PPDB yang telah ditutup kemarin sore agaknya memunculkan virus varian baru di kalangan calon peserta didik dan orang tua. Virus tersebut ditengarai sebagai virustrasi cpd21. Gejala yang umum dirasakan yaitu panik, pusing, temperamen emosi naik, tekanan darah naik, sebagian mengalami gejala depresi dan frustrasi. Bagaimana tidak, anak anak yang sungguh-sungguh belajar sebagian tak beruntung karena faktor jarak dari sekolah yang ia cita citakan. Sungguh saya penasaran, apakah sudah diperhitungkan daya tampung sekolah dari satu jenjang ke jenjang berikutnya? Jika tidak seimbang, maka kebijakan zonasi sekolah saya rasa belum tepat dilaksanakan selama daya tampung antar jenjang pendidikan tidak sesuai.
Sebagian orang tua mengeluh sebab anaknya tak mempunyai piagam. Mungkin perlu di pertimbangkan kembali, hitung saja dalam satu tahun ada berapa kali cabang perlombaan baik perseorangan maupun kelompok. Artinya banyak piagam kejuaraan yang diterbitkan setiap tahunnya, dan itu tidak sebanding dengan kuotanya. Atau mungkin juga perlu pemantasan piagam yang dipakai. Misal piagam kejuaraan memasak hanya berlaku untuk masuk jurusan tata boga saja… Tidak berlaku untuk jurusan mesin, listrik, dan juga SMA. Atau piagam diberi bobot yang relevan, misal untuk sekolah umum bobot tertinggi kejuaraan berbasis scient, yang berbasis keterampilan dan bakat seharusnya dibobot lebih kecil.
PPDB 2021 sistem online memang lebih baik, sebab semua menjadi lebih terbuka. Namun, agaknya perlu perbaikan algoritma dibeberapa bagian. Misal, jarak domisili dengan sekolah yang sebagian tampak tidak logis. Sebabnya karena sistem hanya membaca angkanya saja. Ambil contoh, titik batas desa menuju sekolah berjarak 6879 meter namun beberapa calon peserta didik yang beralamat didesa itu tertulis jaraknya hanya 4735 meter. Satu sisi Zonasi diberikan kemudahan, namun disisi lain Zonasi menguji kejujuran.
Sedangkan esensi dari adanya sistem zonasi adalah pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan dan pemerataan kualitas lembaga pendidikan. Agaknya ini menjadi masukan untuk eksekutif dan legislatif agar anggaran juga merata. Dengan kebijakan anggaran, sekolah yang mungkin saat ini dicap sekolah ndeso pun berkembang dengan kualitas yang sama. Tentu masyarakat terdekat juga akan memilih, tidak berebut dan memaksakan diri disekolah tertentu meski harus mengorbankan etika dan kejujuran.
Sistem zonasi yang diberlakukan untuk jenjang SMP, SMA dan SMK agaknya juga perlu disinergikan ke lembaga pendidikan tinggi. kenapa? untuk SMK, efek zonasi mungkin tidak begitu berpengaruh. Namun bagi siswa SMA sangat berpengaruh. Desain lulusan SMA salah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, bukan untuk bekerja. Sementara penerimaan di perguruan tinggi tidak menggunakan zonasi. Sementara saat ini kualitas lembaga pendidikan belum bisa merata, sehingga ini mengurangi kesempatan siswa bisa bersaing lolos dalam seleksi perguruan tinggi nantinya.
Jika zonasi jalan terus, tolong dong buatkan Universitas Negeri juga di wilayah Purworejo. Atau ubah dong sistem penerimaan di perguruan tinggi dengan sistem zonasi juga.
Agar tidak merebak Virustrasi cpd21 di tengah-tengah masyarakat.