*Sosialisasi Penanganan Dinilai Positif
PURWOREJO – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilaporkan kepada instansi terkait dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Hal tersebut merupakan indikator positif terhadap proses sosialisasi pentingnya pelaporan tindak KDRT kepada Pemerintah.
Hal tersebut terungkap dalam pelatihan konseling bagi pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Purworejo, kemarin. Ungkapan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti fenomena gunung es, tentu mulai terbukti. Yakni dengan meningkatnya jumlah kasus KDRT.
“Tentu peningkatan jumlah korban yang melapor terjadinya KDRT, dikarenakan adanya program sosialisasi tentang penanganan KDRT yang dapat berjalan dengan maksimal. Sehingga kegiatan sosialisasi sangat membantu penyadaran masyarakat tentang pentingnya menempuh cara yang baik dalam menyelesaikan kasus KDRT,” kata Kepala Seksi Data dan Informasi Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah Informasi Drs Yuli Arsianto MM.
Lebih lanjut Yuli Arsianto mengatakan, selain sosialisasi sangat penting juga harus ada pendataan yang lengkap dan agar selalu ubdate. Seperti data yang masuk dalam Sistem informasi online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), yang merupakan aplikasi penanganan dan pendokumentasian korban kekerasan perempuan dan anak. “Maka dalam melakukan pendataan setiap bulan diperbaharui, supaya semua kasus bisa tersdminstrasi dengan baik dan lengkap,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid PPPA Budi Rahayu SH MM mengatakan pelatihan ini diikuti 40 orang dari pengurus dan anggota P2TP2A Kabupaten Purworejo. Sedangkan tujuannya untuk meningkatkan pemahaman KDRT bagi calon konselor dan memberikan pemahaman dasar bagi calon konselor mengendalikan psikologi korban KDRT dan pelecehan seksual pada perempuan dan anak.
Menurutnya, KDRT dapat terjadi pada istri dan anak-anak serta mereka yang berada dalam lingkungan rumah tangga. Ini merupakan masalah yang yang sulit diatasi. Umumnya masyarakat mcnganggap perempuan dan anak-anak itu milik laki-laki. Dan masalah KDRT adalah masalah pribadi yang tidak dapat di campuri oleh orang lain.
Di sisi lain, system hukum dan social budaya yang ada belum sepenuhnya menjamin perlindungan terhadap perempuan korban KDRT. Yang perlu dipahami perempuan dan anak mempunyai hak atas rasa aman, dan mendapatkan perlindungan dari ancaman, bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat.
“Masalah KDRT yang dulu dianggap ranah pribadi, sekarang menjadi tanggungjawab negara yang di atur dalam Undang-Undang No 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga. “Oleh karena itu bidang PPPA mengadakan Pelatihan Tenaga Konseling untuk penanganan kasus KDRT dan kekerasan pada anak, untuk menekan jumlah korban KDRT,” ujar Budi Rahayu.