PURWOREJO, Mata hari sudah cukup tinggi saat Purworejo Ekspres mendatangi kediaman nenek kelahiran tahun 1922 itu. Belakangan, ia tampak sibuk menyambut sejumlah tamu yang berbondong-bondong datang untuk menyalami dan mendoakan mbah Djeminten agar dapat menjalankan ibadah haji dengan lancar.
“Saya lahir tahun 1922 dan alhamdulillah di usia saya ini masih bisa menjalankan rukun Islam. Insyaallah tanggal 4 Agustus berangkat, ikut kloter 96,” katanya, Minggu (14/7) siang.
Usia lanjut tidak menyurutkan semangat Djeminten untuk berangkat haji. Nenek 30 cucu dan 35 cicit itu sumringah mempersiapkan keberangkatannya. Menunaikan haji merupakan ibadah yang paling ditunggu Djeminten. Ia mengaku ingin melengkapi hidupnya dengan menunaikan rukun Islam kelima itu. Meski pernah menginjakan kaki di Mekkah saat umroh, Djeminten justru kian semangat ingin kembali beribadah melalui jalur haji.
Djemintan mengaku tidak ada persiapan khusus untuk bekal beribadah haji. Ia mengaku hanya mengikuti setiap arahan yang diberikan oleh pembing-bimbing haji.
“Ya makan nasi, makanan kampung tidak pakai pengawet, juga tidak berpikir macam-macam. Semoga bisa menjalankan rukun haji dengan baik dan kembali ke Indonesia berkumpul dengan anak cucu,” terangnya.
Selain itu, perempuan petani itu mengatakan tidak akan muluk-muluk berdoa di Baitullah. Ia hanya ingin anak cucunya bisa sukses menjalani hidup dan mampu menyusul langkahnya untuk menunaikan ibadah haji.
“Saya juga akan doa semoga anak cucu bisa menyusul berangkat haji,” katanya.
Mimpi untuk menunaikan ibadah haji itu telah lama ia pancang dalam hidupnya. Puncaknya ketika tahun 2011, sesusai Djeminten berangkat umroh. Sepulang dari Mekah, Djeminten kian semangat dan bertekad ingin kembali ke Mekah.
“Awalnya bingung karena antrenya lama, padahal ibu saya sudah usia lanjut,” ucap anak Djeminten, Sri Wuryani (49).
Pada saat itu, katanya, antrean haji sudah di atas tahun 2020. Keluarga sempat mendapat tawaran mendaftarkan Djeminten haji lewat kabupaten lain. Namun karena pertimbangan administrasi dan keinginan Djuminten berangkat dari Purworejo, tawaran tidak diambil.
Lalu keluarga mendengar informasi kebijakan mendahulukan keberangkatan calon jamaah berusia lanjut. Akhirnya Djeminten dan anaknya Mujiati (67) sebagai pendamping, mendaftar haji tahun 2016.
“Lalu kami ajukan agar bisa berangkat lebih awal, akhirnya berhasil tahun 2019,” tuturnya.
Mujiyati menambahkan, secara fisik Djeminten adalah perempuan yang sehat. Ia hanya mengalami pengurangan fungsi pendengaran karena faktor usia. Djeminten selalu mengisi hari-harinya dengan beraktivitas ringan, mulai menyapu, membersihkan perabot hingga mencabut rumput di halaman.
Menurutnya, kebiasaan yang dinilai jadi resep Djuminten selalu sehat adalah sikap terbuka dan apa adanya. Perempuan itu juga selalu memiliki pikiran yang positif.
“Ibu saya itu istilahnya ‘thok melong’, kalau ada sesuatu apalagi hal yang tidak pas, pasti diungkapkan, sering dianggap cerewet, tapi tidak pendendam, yakni setelah disampaikan ya selesai, juga. Hal itulah yang membuat kami bangga sebagai anak-anaknya,” tandasnya.
Keluarga, kata Mujiati, berharap Djeminten mampu menyempurnakan ibadahnya selama di Mekkah. Ia berharap fisik tak menjadi halangan untuk menunaikan rukun haji nantinya. Ia sekeluarga juga akan berdoa semoga Djeminten selalu diberi kesehatan sehingga dapat kembali kepangkuan keluarga denga predikan Haji Mabrur.