Pendekatan Politik Dalam Studi Islam

Ada sebuah kisah saat Nabi Muhammad SAW belum diangkat menjadi rosul. Ketika itu, masyarakat setempat atau kaum quraisy terlibat pertengkaran karena belum bisa menentukan siapa seseorang yang akan meletakkan hajar aswad saat melakukan renovasi ka’bah. Setelah empat hari pertengkaran tersebut terjadi, ada seseorang yang bernama Abu Umayyah bin Mughirah paman dari Khalid bin Walid mengatakan: “Hai kaumku jangan bertengkar dan sebaik-baiknya perkara ini kita pasrahkan kepada seseorang yang disenangi dan dipercayai banyak orang”. Kemudian Abu Umayah dan kaum quraisy berfikiran dan bermusyawarah sehingga tercapailah mufakat “Barang siapa yang masuk masjid pertama kali berarti seseorang itu yang meletakkan hajar aswad”. Tiba-tiba Nabi Muhammad Saw lah orang yang pertama masuk masjid tersebut. Kemudian Masyarakat dengan senang hati, bermufakat dan mempercayai bahwa Nabi Muhammadlah yang meletakkan Hajr Aswad tersebut.

Akan tetapi karena Nabi Muhammad Saw tidak mempunyai kepentingan tertentu, ketika akan meletakkan Hajr Aswad Nabi Muhammad menggelar pakaiannya dan hajar aswad di letakkan di tengah-tengah pakaian tersebut. Kemudian dari beberapa kepala-kepala suku diperintah untuk memegang pinggir-pinggiran pakaian tersebut supaya bisa bersama-sama mengangkat hajar Aswad untuk diletakkan ditempatnya. Jadi dari cerita diatas dapat diartikan bahwa Nabi Muhammad sudah mengajarkan sebuah Demokrasi yaitu hak bersama sesama manusia. Dan Nabi Muhammad dapat mensejahterakan dan menyelamatakan pertengkaran yang bisa menimbulkan peperangan antar sesama manusia.

LATAR BELAKANG

Pada hakekatnya Islam merupakan agama yang mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, sosial dan budaya. Islam merupakan agama yang paling kaya dalam pemikiran politik. Pemikiran politik Islam dirangkai secara lengkap mulai masalah etika politik, filsafat politik, hukum hingga tata negara politik. Dan Islam adalah agama yang konprehensip, agama rahmatal lilalamin, mengatur semua aspek kehidupan manusia yang disampaikan Rasululloh Saw. Salah satunya bidang yang diatur adalah masalah aturan atau hukum baik yang secara individu maupun mengatur dalam kehidupan umat atau masyarakat.

Terdapat dalam UUD Pasal 23 Ayat 1 No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya” dan didalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang memerintahkan umat manusia untuk taat kepada pemimpin, menjadi pemimpin untuk dirinya sendiri dan menjadi pemimpin untuk umat manusia, keharusan pemimpin yang berbuat adil, memutuskan perkara dengan musyawarah, melindungi hak-hak asasi manusia, bersikap jujur, amanah, berani menegakkan kebenaran,cerdas, sehat jasmani dan rohani. Ini semua harus dipelajari oleh umat Islam. Dengan demikian, nilai atau prinsip dasar berpolitik terdapat pada Al-Quran dan tentunya belajar dari kisah Rasulloh Saw diatas bahwa nilai dan prinsip dasar berpolitik juga terdapat dalam sunnah.

Maka dari itu, diperlukan suatu pendekatan dalam studi Islam untuk memahami hal tersebut, agar terciptanya kehidupan manusia yang damai, tentram dan aman. Dan tercapainya kehidupan yang sejahtera bagi manusia baik dunia hingga kelak di akherat. Pendekatan yang relevan untuk membahas permasalah ini adalah pendekatan politik.

MAKNA PENDEKATAN

Istilah politik (Indonesia) diserap dari istilah politics (Inggris) yang pertama kali dikenalkan oleh Aristoteles. Istilah ini berasal dari kata Polis (Yunani) yang berarti kota (city) yang berkembang menjadi negara kota (city state) pada zaman Yunani Klasik. Kemudian istilah polis berkembang, menjadi politea ( warga polis/warga negara), Istilah Politea diartikan juga sebagai lembaga warga negara yang dapat dimaksudkan sebagai bentuk pememrintahan atau sistem politik sehingga mengandung banyak aspek. Sumber kekuasaan dalam politea adalah hukum.

Istilah-istilah yang berasal dari bahasa Yunani tersebut kemudian diserap dalam beberapa bahas, terrutama bahasa Inggris sesperti Istilah: Polity, politic, politics, politician, political, dan policy yang masing-masing memiliki makna tersendiri. Dalam KBBI politik diartikan sebagai kebijakan negara. Aristoteles juga mengemukakan bahwa manusia secara alamiyah adalah hewan politik (man is nature a political animal), sehingga pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang berpolitik.

Sedangkan politik secara etimology dalam bahasa Arab disebut Siyasah, yang selanjutnya kata ini kemudian diterjemahkan menjadi siasat. atau dalam bahasa Inggrisnya disebut Politics. Politik itu sendiri berarti cerdik dan bijaksana, yang dalam pembicaraan sehari-hari kita seakan-akan mengartikan sebagi suatu cara yang dipakai untuk mewujudkan tujuan, tetapi para ahli politik sendiri mengakui bahwa sangat sulit memberikan definisi untuk ilmu politik.

Penulis berkesempatan untuk mewawancarai seorang tokoh politisi muda di kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang tentunya ada kaitannya dengan pendekatan politik sebagai tugas dalam mata kuliah pendekatan dan pengakajian Islam. definisi politik menurut salah satu tokoh politisi di kabupaten Purworejo yaitu Eko Januar Susanto yang merupakan ketua komisi A di DPRD Purworejo memberikan definisi bahwasana politik adalah perjuangan aktualisasi mengelola, merebut dan mempengaruhi kekuasaan dengan tujuan membangun peradaban yang lebih baik didalam sosial masyarakat. Untuk mencapai peradaban yang lebih baik dalam sosial masyarakat itu tidak mudah, beliau mencontohkan adanya pemilu serentak yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia, yaitu pemilu pilpres dan pileg yang menurutnya pemilu yang cukup melelahkan, menguras energi baik dari peserta maupun panitia dikarenakan dengan berbagai kebutuhan pemilu yang sebegitu banyaknya, panitia pemilu masih menggunakan sistem yang manual dalam arti masih menggunakan sistem yang masih sama dengan sistem pemilu yang dahulu, dimana pemilu saat ini secara teknik pemilihan masih menggunakan kertas dengan 5 surat suara. Perlu kiranya bagi pemerintah mengkaji untuk adanya trobosan baru untuk penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efisien yaitu dengan cara pemanfaatan Ilmu teknologi dengan begitu tidaklh repot bagi penyelenggara pemilu ketika penyoblosan dengan cara menggunakan e-voting dengan begitu bisa mengefektifkan sistem hitung KPU.

TINJAUAN PUSTAKA

Dari kajian pustaka yang peneliti lakukan, sudah ada beberapa disertasi yang mengkaji tentang hermeneutika, yaitu Disertasi Hasan Mustapa UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2017, dengan judul “Pemikiran Politik Islam Sosialisme Religius Sjafruddin Prawiranegara”. Penelitian tersebut meneliti tentang mengeksplorasi lebih jauh tentang bagaimana corak sosialisme religius dalam pemikiran politik Sjafruddin Prawiranegara? Selanjutnya pertanyaan utama tersebut dijabarkan dalam tiga pertanyaan yang lebih spesifik yakni: (a) sejauh mana gerakan sosial yang memperjuangkan tatanan struktural berkeadilan mewarnai gagasan politik Sjafruddin Prawiranegara?; (b) adakah representasi paradigma humanistik dalam konsepsi politik tokoh ini ? ; serta (c) apakah fungsi liberatif (pembebas) dalam doktrin agama melandasi sejumlah ide dan sikap politik Islam Sjafruddin Prawiranegara?.

PENDAPAT PENULIS

Di kalangan masyarakat Islam pada umumnya kurang melihat hubungan masalah politik dengan agama. Hal ini antara lain disebabkan karena pemahaman yang kurang utuh terhadap cakupan ajaran Islam itu sendiri. Kuntowijoyo misalnya mengatakan: “Banyak orang, bahkan pemeluk agama Islam itu sendiri, tidak sadar bahwa Islam bukan hanya agama, tetapi sebuah komunitas (umat) tersendiri yang mempunyai pemahaman, kepentingan dan tujuan-tujuan politik sendiri. Banyak orang beragama Islam, tetapi hanya menganggap Islam adalah agama individual, dan lupa kalau Islam juga merupakan kolektivitas. Sebagai kolektivitas, Islam mempunyai kesadaran, struktur, dan mampu melakukan aksi bersama”

Pernyataan tersebut selanjutnya dijelaskan oleh Kuntowijoyo secara meyakinkan dalam bukunya itu, bahwa Islam memiliki konsep tentang politk. Keterkaitan agama Islam dengan aspek politik selanjutnya dapat diikuti dari uraian yang diberikan Harun Nasution dalam bukunya Islam Ditinjau Dari berbagai Aspeknya Jilid II. Dalam bukunya beliau menegaskan bahwa persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut sejarah, bukanlah persoalan tentang keyakinan melainkan persoalan politik.

Pendidikan sering dijadikan media dan wadah untuk menanamkan ideologi suatu negara atau penopang kerangka politik. Besarnya peran lembaga pendidikan untuk menyampaikan misi politik suatu negara. Di negara barat hubungan antara politik dan pendidikan dimulai Plato untuk membahas berbagai persoalan kenegaraan dan hubungan ideologi dan lembaga negara dengan tujuan dan metode pendidikan. Ia menganggap sekolah sebagai salah satu aspek kehidupan yang terkait dengan lembaga  politik. Setiap budaya mempertahankan kontrol atas pendidikan di tangan kelompok elite yang mengusasi politik, ekonomi, agama dan pendidikan. Plato mengibaratkan pendidikan dan politik seperti sebuah koin yang tak mungkin dipisahkan dan selalu dinamis.

Sering dilupakan oleh kalangan pendidik bahwa salah satu aspek penting dalam pendidikan Islam adalah aspek politik. Dalam aspek ini di jelaskan hubungan antara masyarakat dengan pemerintahan, hubungan antar Negara, hubungan antarorganisasi, dan sebagainya. Atas dasar ini, antara pendidikan islam dengan politik punya hubungan erat yang sulit untuk dipisahkan. Dalam sejarah, hubungan antara pendidikan dengan politik bukanlah suatu hal yang baru. Sejak zaman Plato dan Aristoteles, para filsuf dan pemikir politik telah memberikan perhatian yang cukup intens terhadap persoalan politik. Kenyataan ini misalnya ditegaskan dengan ungkapan “As is the state, so is the school”, atau “What you want is the state, tou must put into the school“. Selain terdapat teori yang dominant dalam demokrasi yang mengasumsikan bahwa pendidikan adalah sebuah korelasi bagi suatu tatanan demokratis.

Dalam sejarah Islam misalnya, hubungan antara pendidikan dengan politik dapat dilacak sejak masa- masa pertumbuhan paling subur dalam lembaga- lembaga pendidikan Islam. Sepanjang sejarah terdapat hubungan yang amat erat antara politik dengan pendidikan. Kenyataan ini dapat dilihat dari pendirian beberapa lembaga pendidikan Islam di Timur Tengah yang justru disponsori oleh penguasa politik. Contoh yang paling terkenal adalah madrasah Nizhamiyah di Bagdad yang didirikan sekitar 1064 oleh Wazir Dinasti Saljuk, Nizham al- Mulk. Madrasah ini terkenal dengan munculnya para pemikir besar. Misalnya, Al- Ghozali sempat mentransfer pengetahuanya di lembaga ini, yakni menjadi guru. Di Indonesia, munculnya madrasah merupakan konsekuensi dari proses modernisasi surau yang cenderung di sebabkan oleh terjadinya tarik menarik antara system pendidikan tradisional dengan munculnya lembaga pendidikan modern dari Barat. Namun, disadari oleh Ki Hajar Dewantara bahwa peran ulama telah melahirkan system budaya kerakyatan yang bercorak kemasyarakatan dan politik, disamping spiritual. Hal ini terbukti bayangkanya para alumni pesantren yang melanjutkan studi ke universitas terkemuka baik di dalammupun di luar negeri.

Berdasarkan pengkajian di atas, maka penulis memberikan beberapa gagasan terkait bagaimana cara Islam memandang politik agar kejayaan Islam dapat bangkit kembali dengan mewujudkan agama rahmatan li al-alamin. Agama rahmatan li al-alamin berarti datang dari agama untuk seluruh alam semesta tanpa pandang bulu. Cara mewujudkan agama seperti itu dapat melalui terwujudnya penganut yang sesuai dengan prinsip rahmatan li al-alamin, yaitu penganut yang cinta damai, toleransi, giat berbagi, dan ikut membangun peradaban di manapun tempat penganut tersebut berada. Ketika ia tinggal di suatu negeri, maka hendaknya beradaptasi dengan rukun dan ikut membangun negeri tersebut. Ketika di negeri tersebut sudah baik prinsip dan budayanya, maka hendaknya dibangun dan teruskan. Namun jika di negeri tersebut belum baik prinsip dan budayanya, maka selaraskan dan masuki dengan ajaran-ajaran Islam. Catatan di sini adalah ikut membangun dengan lembut, bukan mengganti dengan paksa. Jangan sampai penganut tersebut tertipu dengan iming-imingan yang semu-egois-superior, namun hendaknya memandang segala sesuatu tidak mudah terkagu-kagum, mudah tertarik, semua harus ditimbang dengan timbangan syari.

PENUTUP

Islam merupakan agama yang mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, sosial dan budaya. Islam merupakan agama yang paling kaya dalam pemikiran politik. Pemikiran politik Islam dirangkai secara lengkap mulai masalah etika politik, filsafat politik, hukum hingga tata negara politik. Dan Islam adalah agama yang konprehensip, agama rahmatal lilalamin, mengatur semua aspek kehidupan manusia yang disampaikan Rasululloh Saw.

Baik secara normatif (berdasarkan al Quran dan al Sunah) maupun secar historis (praktik kehidupan dalam sejarah) Islam memiliki perhatian yang besar terhadap masalah politik. Perhatian ini ditujukan dalam rangka menciptakan keadaan masyarakat yang aman, tertib, damai, harmonis, dan sejahtera lahir dan batin.

Dan perkembangan pendidikan sangat tergantung kepada kebijakan pemerintahan dikarenakan adanya pendekatan-pendekatan politik khususnya kepada studi Islam berdampak pada hubungan politik dengan studi Islam yaitu: Pendidikan Islam sebagai sarana untuk kepentingan politik penguasa, Pendidikan Islam sebagai wahana kepentingan keagamaan dan sarana mempertahankan identitas ke-Islaman, Pendidikan Islam sebagai sarana melahirkan warga Negara yang baik, Pendidikan Islam sebagai wahana melahirkan elit-elit bangsa, Pendidikan Islam sebagai wahana untu melahirkan hight politik (politik tingkat tinggi), dan Politik dan Peningkatan kualitas Pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

  • Arifin, Anwar, Politik Pencitraan pencitraan politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014.
  • James. S. Coleman ditulis oleh Supriyanto dalam H. Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Grasindo, 2001.
  • Kartoredjo, H.S., Kamus Baru Kontemporer, Bandung: Rosdakarya, 2014.
  • Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Mizan,1997.
  • Mahsun, Toha, Tarekh Nabi Muhammad, Surabaya: Toko Kitab Salim Nabhan.
  • Mustapa, Hasan, “Pemikiran Politik Islam Sosialisme Religius Sjafruddin Prawiranegara”, Disertasi, Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.
  • Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, Jakarta: UI Press,1979.
  • Nawawi, Ismail, Politik dalam Perspektif Islam, Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Al-Daulah Vol.1 No. 1, April 2011.
  • Rahardjo, M. Dawam, Intelektual, Intelejensia Dan Perilaku Politik, Risalah Cendikiawan Muslim, Bandung, Mizan, 1993.
  • Syafiie, Inu Kencana, Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2009.
Artikel, Politik
Ngopi, Politik

2 Comments. Leave new

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Rekomendasi
Populer This Month
Populer
Direktori