Belajar Online

Disparitas Belajar Online

Corona Virus Diseases-19 (Covid-19) menciptakan ‘kebutuhan’ baru diantaranya adalah kebutuhan untuk menjaga jarak dalam interaksi sosial (social distancing), karantina, dan isolasi sehingga diharapkan setiap individu yang rentan tidak akan terkena vi­­rus. Tujuannya tentu saja untuk memutuskan efek domino atau rantai virus yang tidak hanya berdampak pada kesehatan saja. Lihat saja dampaknya pada perekonomian, bahkan pada dunia pendidikan. Berbagai instansi pendidikan dalam waktu relatif pendek telah memaksa para pemangku kepentingan pendidikan mengambil keputusan untuk mewajibkan siswa/mahasiswa belajar di rumah secara daring.

Format kelas tradisional dengan tatap muka serta merta berubah menjadi model pembelajaran daring total. Menggunakan berbagai perangkat manajemen sistem pembelajaran seperti WhatsApp, Instagram, Google Classroom, Zoom, Jitsi, Google Meet, dan lain-lain. Mungkin ini adalah salah satu upaya menjawab, ya meski dalam situasi serba terpaksa akhirnya kita mesti merespon kemajuan teknologi yang berada di Zaman Modern ini. Tentunya ada salah satu indikator mengenai kemajuan suatu bangsa yaitu dengan adanya kemajuan di dunia pendidikan.

Saat ini kita sedang berada dalam abad 21 dengan ciri-ciri: 1) Dunia tanpa batas; 2) Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta aplikasinya di dalam kehidupan manusia; 3) Kesadaran terhadap hak dan kewajiban asasi manusia; dan 4) Kerjasama dan kompetensi antar bangsa (Tilaar, 2002: 2-4). Pandemi ini telah nyata memaksa kita untuk mengubah modal interaksi dan komunikasi secara langsung menjadi serba adanya jarak, bukan saja di Indonesia tetapi di seluruh dunia merasakan hal tersebut.

Tantangan guru/dosen saat ini adalah bagaimana melaksanakan proses pembelajaran dengan tetap mengedepankan pencapaian tujuan pembelajaran melalui media pembelajaran daring yang ada dan dapat diakses oleh kedua belah pihak (guru dan siswa). Kendala yang dirasakan setiap pengajar atau pelajar pasti ada karena pandemi ini tidak ada yang merencanakan, sifatnya semua dadakan. Tidak bisa dipungkiri bahwa guru tidak gagap teknologi namun ada guru yang gagal paham mengenai pembelajaran daring karena ada yang menjadikan daring sebagai fungsional tugas yang sangat banyak. Seharusnya bisa memanfaatkan kurikulum yang ada diwaktu sekarang karena kurikulum sekarang bersifat fleksibel dan dinamis menjadikan kesempatan emas bagi guru untuk menyesuaikan pembelajaran dengan keadaan sekarang, agar siswa mampu memahami pendidikan yang sesuai realita.

Tidak semuanya guru gagal paham mengenai peralihan pembelajaran dengan daring, ada beberapa guru yang sudah menerapkan pendidikan yang sesuai realita sosial, seperti halnya peserta didik diberi tugas menyemangati para tim medis dengan tulisan yang bermakna, memberi pengertian stay at home dengan mengambar dan disaat hari kartini peserta didik diberi kesempatan untuk menyanyikan lagu. Hal tersebut bisa dititerapkan di pendidikan dasar yang cenderung anak mudah bosen dalam belajar dan banyak alasan. Kemanfaatan dari fleksibelnya kurikulum dapat mengasah kreatif pada anak dan merubah pola pikir orang tua bahwa belajar dapat dilakukan dimana saja, tidak terfokus pada ruang kelas bahkan sekolahan.

Agar tercapai suatu pendidikan yang dikategorikan sempurna dan berhasil maka dalam kondisi seperti ini tidak hanya peran guru yang menunjang keberhasilannya namun orang tuapun harus ikut serta bahkan masyarakat harus saling berperan, disisi lain juga memikirkan pendidikan akhlak maka masyarakat terlibat dalam pendewasaan pengetahuan peserta didik apalagi tingkat dasar.

Pandemi, kondisi yang tidak patut saling salah menyalahkan bahkan saling menjatuhkan, apalagi merugikan salah satu pihak. Berusahalah saling sadar untuk mengembalikan keadaan yang semestinya.


Dwi Marlinda, lahir di Batang (01 Mei 1999), Jawa Tengah. Salah satu mahasiswa Semester Tiga Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) di IAIN Pekalongan, riwayat pendidikannya dari MA Ribatul Muta’allimin kota Pekalongan lulus tahun 2016/2017. Semasa SLTP nya penulis duduk dibangku sekolah MTs Tholabuddin Masin Batang lulus pada tahun 2013/2014 dan penulis juga lulusan dari MI Tholabuddin Masin Batang lulus pada Tahun 2010/2011.

Penulis mempunyai Motto Hidup “Pangkal dari Ilmu adalah Membedakan antara Akhlaq, Menampakkan Akhlaq yang Tepuji dan Mengengkang Akhlaq yang Tercela”, sebuah Motto sederhana yang ada pada diri penulis.

Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Rekomendasi
Populer This Month
Populer
Direktori