Selama ini, sebagai anak muda saya tidak begitu memperhatikan politisi – politisi di negara kita. Berbeda dengan aktivis – aktivis yang kritis, saya tidak begitu menyukai dunia politik. Dan mungkin hal yang sama dirasakan oleh banyak anak muda di negara ini. Dulu saya berfikir jika politisi kita bersih dan pro-rakyat namun lama-kelamaan sepak terjangnya terasa mengecewakan. Masyarakat seperti tidak merasakan betul tugas yang diemban oleh para wakilnya tersebut. Singkatnya, ada dan tidak ada mereka kehidupan berjalan begitu-begitu saja.
Ini tidak lantas menghasilkan kesimpulan semua politisi tidak baik atau tidak mau bekerja. Di pemerintahan mungkin banyak politisi-politisi yang baik, namun karena saking banyaknya yang tidak bekerja sebagaima mestinya dan tidak menggunakan wewenangnya secara tepat, maka hal itu menimbulkan stigma negatif politisi di benak anak-anak muda. Anggapan itu jelas tidak menguntungkan untuk politisi-politisi baik yang masih benar-benar memeras keringat dan otak untuk mencari kemaslahatan di tengah-tengah kita. Dari hal yang sepele saja, misalnya soal kehadiran rapat sungguh telah mampu membuat kita semua geleng-geleng kepala. Negara kita mau di bangun seperti apa oleh barisan kursi kosong tersebut?
Reaksi Anak Muda Saat Ini
Meski anak muda cenderung tak peduli terhadap perkembangan politik di daerahnya, nyatanya tidak sedikit juga para aktivis yang mau melakukan kritik terhadap kinerja wakil rakyat di parlemen. Soal turun ke jalan, jumlahnya mungkin telah jauh berkurang dibanding masa-masa sebelum reformasi. Sekarang anak muda lebih banyak mengutarakan pendapatnya di media sosial. Keaktifan anak muda di dunia maya dan kepedulian mereka terhadap isu politik memiliki sisi positif dan sisi negatif. Sisi positifnya ialah anak muda lebih terbuka pemikirannya. Arus informasi dan pengetahuan sedemikian mudahnya bisa didapatkan melalui media sosial. Selain itu beberapa aksi melalui dunia maya menuai keberhasilan seperti suksesnya petisi online dalam menggalang suara atau kepedulian pada beberapa isu.
Sisi negatifnya, partisipasi politik anak muda melalui dunia maya cenderung didominasi dengan sikap reaksioner. Ketika muncul sebuah isu politik di media sosial, anak muda cenderung melontarkan komentar di Twitter, Line dan media sosial lainnya dengan sesuka hati tanpa melakukan riset atau kajian dulu. Selain itu komentar anak muda pun kurang detail dengan fakta karena dibatasi oleh jumlah karakter di media sosial. Setidaknya ‘keinstanan’ dan ‘kemudahan’ itulah yang menyebabkan anak muda cenderung berfikiran pendek dan juga instan dalam menanggapi berbagai macam isu. Parahnya, kedangkalan sikap yang dibatasi oleh karakter petikan keyboard itu tidak hanya terwujud di dunia maya tapi juga merambah ke dunia nyata. Anak muda cenderung reaksioner dalam melakukan aksi dan meneriakkan opini terhadap isu publik. Tidak ada lagi kesabaran dalam menelusuri fakta dan mencari informasi sedalam-dalamnya sebelum melakukan kritik yang sejatinya bertujuan membangun.
Sikap kita sebagai anak muda?
Nah, sebagai anak muda memang sebaiknya ikut bereaksi terhadap isu-isu politik baik melalui kehadirian fisik atau melalui tulisan dan opini di media sosial. Berbagai fakta yang terjadi seperti misalnya ‘bapak ibu dpr yang suka membolos‘ hanyalah salah satu kelucuan yang harus dicermati dan disikapi dengan bijak. Sebagai masyarakat yang mereka wakili kita berhak memberikan kritik. Namun kita tidak boleh sebatas menjadi kompor bersumbu pendek yakni dengan memberikan komentar pedas tanpa riset mendalam. Bisa-bisa kompor itu malah meledak dan membuat semuanya makin runyam.
Sebagai yang muda yang masih mempunyai idealisme tinggi dan mampu berfikir produktif sudah selayaknya kita menggunakan pendekatan mampu memecahkan masalah tanpa menimbulkan masalah. Bukannya malah memperkeruh suasana dengan postingan-postingan yang tidak jelas sumber dan tujuannya.
Jadi bagaimana sikap kalian sebagai anak muda ?