Judul Buku : Masak Hijrah Begitu?
Penulis : Edi AH Iyubenu
Penerbit : Diva Press
Terbit : Januari, 2020
Tebal : 264 hlm; 14×20 cm
ISBN : 978-602-391-873-9
Akhir-akhir ini fenomena Hijrah begitu mewabah didalam masyarakat kita, dari orang bisa sampai artis ibu kota. Fenomena ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang menata penampilannya yang sebelumnya biasa saja menjadi lebih bersahaja, yang dahulu tidak berjilbab kini memakai jilbab besar yang menutup dada. Bahkan dikalangan pria juga tak kalah dari wanita, seseorang yang dulunya tak berjenggot kini merawat dan memanjangkan jenggot, celana cingkrang dan gamis menjadi pakaian yang identik dengan hijrah, tak terkecuali bekas jidat hitam yang juga menjadi penanda seseorang sebagai ahli sujud.
Sayangnya fenomena Hijrah yang sedemikian itu baru berupa simbol belaka. Hal tersebut tak sampai kepada hati yang mana gerakan tersebut seharusnya menimbulkan ketenangan tapi justru menimbulkan kepanikan. Bagaimana tidak, jika seseorang yang memakai jilbab panjang bahkan bercadar juga disebut sebagai ustadzah ‘dadakan’ namun justru disela-sela doanya malah mendoakan kejelekan bagi hamba yang lainnya, seseorang dengan sorban dan gamis panjang, dengan lantang bertakbir namun untuk menyerang hamba yang lainnya yang tak sepaham dengannya. Islam yang ramah dinarasikan dengan simbol keganasan sehingga membuat citra Islam begitu hina akibat sekelompok orang yang berhijrah secara simbolis namun tak memahami esensi hijrah itu sendiri.
Edi AH Iyubenu dalam bukunya yang berjudul “Masak Hijrah Begitu?” banyak membahas tentang keimanan kita dalam bingkai kehidupan sehari-hari. Banyak hal yang dikomentari dari laku kehidupan kita sehari-hari. Baik refleksi diri maupun kisah hikmah dari tokoh-tokoh yang sudah banyak dikenal dalam dunia Islam. Dari membahas keimanan kita, sampai hijrah kekinian di zaman kita.
Membaca buku ini membuat kita semakin sadar sudah pada taraf apa posisi keimanan kita sebagai seorang hamba-nya. Tulisan yang ditulis ada kalanya menampar kita dengan mengingatkan kita dengan sederetan dosa yang masih kita lakukan, hingga membuat kita bisa merenung dengan kisah hikmah yang dicontohkan oleh Rasulullah, sahabat dan ulama, juga membuat kita berfikir apa sebaiknya yang harus kita lakukan untuk merubah laku kehidupan kita yang jauh dari agama.
Pada dasarnya buku ini sebagai cerminan akan tingkah laku manusia beragama yang merasa dirinya paling islami dari makhluk beragama yang lainnya. Hingga mencermati fenomena yang kini sedang mewabah dalam masyarakat Islam Indonesia, yaitu fenomena Hijrah. Hijrah yang seharusnya menjadikan manusia semakin dekat dengan Tuhan Nya, kini berbalik arah seolah kehilangan makna, yang mana itu menjadikan manusia semakin jauh darinya, karena merasa bahwa dirinya adalah makhluk Tuhan paling sempurna keimanannya.
Hijrah Masak Gitu? adalah sentilan keras bagi laku masyarakat kita yang beragama dengan pemahamannya namun justru bertingkah laku semena-mena terhadap kaum beragama lain. “Jika kita terus membiarkan diri tergelincir, tergelincir hingga jauh dari khittah hijrah yang hakiki tersebut, tak selaras lagi dengan asas al-harakah al-jauhariyah tersebut, minggirlah segera untuk mencari ruang dan waktu merenung dalam kesunyian, lalu ajukanlah satu pertanyaan mendalam : “masak hijrah begin sih?” (hlm. 180)
Islam yang merupakan Rahmat bagi semesta alam hari ini kehilangan jati dirinya justru oleh umat Islam sendiri, karena tindakan yang dilakukan oleh pemeluknya tidak mencerminkan Islam itu sendiri. Salah satu penyebabnya adalah muslim yang belum mengetahui makna mendalam agama dan belajar dari sumber yang tidak jelas sanadnya mulai berani untuk menyuarakan ilmu yang didapatkan dari sumber yang tidak jelas, alhasil bukan pemahaman yang didapatkan namun justru kerancuan pola berpikir dalam beragama yang diperbuatnya. Hal sedemikian inilah yang dikhawatirkan dari laku segelintir orang yang begitu mengagungkan sesuatu bernama hijrah, karena tidak memahami makna yang terkandung dalam hijrah itu sendiri.
Sebagai seorang muslim sudah sepatutnya kita menjadikan agama sebagai pegangan dalam laku kehidupan kita sehari-hari, namun hal tersebut juga harus diimbangi dengan kita semakin memperbanyak pengetahuan tentang agama. Bukan asal dari ustad dadakan yang tidak jelas keilmuannya. Pilihlah Guru yang sanad keilmuannya jelas, agar tidak menyesatkan kita dan tidak mudah menyesatkan Muslim lainnya. Laku kehidupan beragama kita juga hendaknya lebih kita perhatikan dalam tingkah laku kita bukan hanya sekedar simbol keislaman belaka, karena tingkah laku kita justru yang akan menjadi nilai seberapa banyak ilmu agama yang didapat dan bisa diamalkan, bukan berislam hanya sebatas simbol belaka. Maka ketika ada muslim yang mengaku beragama dan menggemakan hijrah namun masih juga meresahkan dengan tingkah lakunya, sudah sepatutnya kita bertanya padanya, Masak Hijrah Begitu?.