Baru kali ini saya menulis judul tulisan dengan nama akun facebook. Tentu ‘nama’ itu nama yang istimewa. Dalam perjalanan panjang dunia literasi ada beberapa judul buku dengan nama-nama keren seperti SOEKARNO, TAN MALAKA, GUS DUR hingga SBY. Judul pendek seperti ini sangat to the point. Tanpa perlu embel-embel tagline yang panjang lebar, orang sudah tahu buku itu bakal menceritakan siapa. Tak mungkin buku GUS DUR justru didominasi soal prestasi Amien Rais. Tak mungkin juga buku berjudul SOEKARNO lantas hanya dipenuhi pujian habis-habisan untuk Pak Harto. Kalau akhirnya buku-buku itu laku keras di pasaran pastilah nama-nama yang tertera dalam judul telah melekat di khalayak; ya minimal punya banyak simpatisan lah.
Hari ini kian langka di temui buku-buku dengan judul sejenis. Ini bisa jadi pertanda buruk, yakni berarti kita telah kekurangan tokoh-tokoh inspiratif yang sangat mudah diingat meski hanya diucapkan namanya saja. Bahkan dalam dunia sinetron kita akan mendapati fakta yang membuat dahi bersilang-sengkarut. Sinetron tak lagi berani membuat judul PUTRI, melainkan memilih judul yang lebih panjang: PUTRI YANG TERTUKAR. Ini bisa jadi penghinaan karena menganggap rakyat kita kurang kecerdasan sehingga mesti repot-repot menambahkan rumusan permasalahan di samping judul. Atau kenapa harus ada ANAK JALANAN di belakang SI BOY. Padahal nama ‘Boy’ sendiri telah dianggap sebagai salah satu nama panggilan paling keren di tongkrongan. Bolehlah kita husnudlon ini sebatas muslihat untuk membedakan sinetron SI BOY yang baru dengan sinetron terdahulunya, CATATAN SI BOY. Produser hanya tidak ingin ada SI BOY YANG TERTUKAR. Lho, sampai mana pembahasan kita pak lik? Bingung? Sama.
Setelah berpanjang lebar, sejatinya saya hanya ingin sampaikan. Jika ada sebuah nama yang benar-benar iconic dan diabadikan dalam sebuah karya pastilah nama itu begitu istimewa. Tidak terkecuali tulisan ini. Memilih judul Angkringan Poniman Oblo sama sekali tidak mengurangi tingkat pancaran inspirasi dari tokoh satu ini. Berbeda dengan persoalan PUTRI dan BOY yang tertukar, pemilihan judul ini hanyalah upaya menghargai era disrupsi 4.0. dimana nama orang akan mulai diganti dengan username media sosial. Perkataan orang tak lebih berharga dari cuitan di twitter atau status facebook. Jadi, judul artikel ini saya ambil dari salah satu akun tokoh yang paling ikonik di jagad medsos Purworejo. Tidak kurang dan tidak lebih.
Saya bedah dahulu nama akun facebooknya kata-demi-kata agar semuanya menjelma terang benderang. Dan setelah ini, monggo bisa di add atau diblokir sekalian. Netizen Mah Bebas!
ANGKRINGAN
Ini hal yang serius sulitnya. Menanyakan antara Angkringan dan Oblo sama sulitnya dengan berfikir soal mana yang lebih dahulu antara telur atau ayamnya. Sejak saya mengenalnya, ia telah menjadi pejaga angkringan. Dan saat pertama kali saya jajan ke angkringan di perempatan lampu merah dekat kontrakan, angkringan itu telah di jaga Oblo. Mereka berdua telah menyatu tanpa terkecuali. Oblo ya angkringan, dan angkringan ya oblo. Pokoknya gitu.
PONIMAN
Konon ini nama asli Oblo. Kabar ini telah sangat melegenda. Beberapa malam yang lalu seorang pelanggan yang penasaran memberanikan diri untuk bertanya, “Siapa nama aslimu Blo?”.
Karena Oblo hanya diam saja, saya berusaha membantu menjawab dengan ragu-ragu, “PONI… -MAN…”
“Itu yang tertera di facebooknya, aslinya saya gak yakin”, cepat-cepat saya tambahi ketika menangkap keraguan yang tidak kalah jelas dari penanya. Sementara itu Oblo tetap mempertahankan mode diam sambil mesam-mesem.
Keraguan saya tentu beralasan karena bisa saja itu hanyalah julukan dari gaya rambutnya yang memang berponi. Ini serius; ia laki-laki berponi. PONIMAN bisa berarti Manusia Poni, semacam SOPHIEDERMAN (Manusia Laba-laba yang mendalami filsafat) dan BATMANMAN (Manusia Batman atau Manusia Kelelawar Yang Manusia). Iya ndak to? Aduh pusing. Kita skip saja ke kata yang ketiga, yaitu:
OBLO
Saya takut dimarahi pembaca jika gagal paham lagi mengartikan kata yang ketiga ini. Jadi saya akan berfikir lumayan serius. Mungkin saja OBLO ini kepanjangan dari Organisasi Bocah Lali Omah. Meski telah puluhan tahun mencari penghidupan di Purworejo, Oblo ini asli Klaten. Bahkan anak dan istrinya ada di Klaten. Ia perantauan seperti teman-teman aktivis di basecamp yang berasal dari berbagai daerah. Belum lagi, setiap malam angkringan Oblo menjadi pemberhentian favorit para sopir bus dan truk jarak jauh. Angkringan ini benar-benar menjadi surga bagi para bolangers.
Oblo ini memang jadi klangenan. Mulai dari sudut gerobak hingga sudut wudelnya. Tiba-tiba saja Oblo ini telah menjadi sedemikian penting bak matahari kecil di tengah hiruk pikuk kesibukan di kota kecil ini. Siapa lagi kalau bukan Oblo yang teh nya mampu menjadi obat cespleng ketika awak nggregesi. Atau kemana lagi kalau nggak ke Oblo ketika kami benar-benar lapar tapi kantong sedang bolong melompong. Siapa lagi kalau bukan Oblo yang bisa diejek habis-habisan untuk sekedar menumpahkan kalut kehidupan, namun bak seorang sufi ia selalu mengisi keheningan malam dengan senyuman tanpa pernah sakit hati. Bahkan saya husnudhon begitu perhatiannya dengan kami, bunyi kring-kring sepedanya saat pulang berdagang tiap jam setengah tiga malam itu semata-mata hanya untuk membangunkan kami sholat tahajud. Hanya untuk menularkan ke-sufi-annya kepada kami para penghuni basecamp. Luar biadab.
Memang, kadangkala menjadi penting bagi seseorang hanya membutuhkan hal-hal yang sangat sederhana ditengah kompleksitas kehidupan. Menjadi penting tidak melulu dengan menyekolahkan tinggi-tinggi. Tidak juga dengan memberi kado mobil atau rumah mewah. Tidak perlu dengan menjaga kondisifitas ekonomi dan mengaspal jalanan kampung. Itu semua tugas Bupati. Sebagai rakyat biasa cukuplah bagi kita untuk saling menyajikan teh pait dan menyediakan waktu untuk mendengarkan realitas hidup. Senyum Oblo telah menetralisir segala pekat yang dihadirkan malam.
Jadi…. Jika panjenengan pernah merasakan asyiknya bermain gundu atau gobrag sodor, pastilah masa kecil panjenengan menjadi masa kecil yang terselamatkan. Namun masa kecil yang terselamatkan tidak menjamin masa muda yang tercerahkan. Untuk masa muda yang tercerahkan ini patokannya jelas: Teh OBLO. Segera ke perempatan koplak dan temui belio. Pesan es teh dan jangan lupa salim kecup wolak-walik.
Eits tunggu, jika seorang penulis dan pembaca di sudut kota Purworejo bisa menyempatkan waktu untuk membahas tokoh angkringan seperti ini, apa itu berarti kota kita telah kekurangan tokoh iconik yang lebih layak dibahas? Opo iyo?
Asuuudahlah, pokoknya Hidup Oblo! Oblo untuk Purworejo Satu!