Sepintas di timeline instagram mulai berseliweran informasi mengenai Bagus Roro Purworejo 2020. Oh, mau ada Bagus roro lagi toh. Jujur, secara pribadi saya tak memiliki kesan yang cukup baik mengenai penyelenggaraan acara ini, meski saya berkawan baik dengan beberapa pesertanya. Yang saya ingat ya cuma soal anggarannya yang buwwwesar. Jadi sayang, kalau anggaran sebesar itu hanya untuk mendapatkan sebendel album pasangan laki-laki dan perempuan berwajah menarik. Ketampanan dan kecantikan tak memberi manfaat begitu siginifikan, kecuali potensi kecemburuan dari pasangan. Ini Nyata, Hehe.
Lantas melalui instagram, saya buat survey kecil-kecilan yang hasilnya cukup menyedihkan. 87% responden tidak tahu Bagus Roro Purworejo itu apa dan bagaimana. Hanya 13 persen saja yang menyatakan tahu, tapi ketika di kejar untuk menjelaskan juga tak mampu berbicara banyak. Bagi saya ini kode keras. Ya semacam rambu bagi siapapun, mulai dari penyelenggaranya, pesertanya hingga pendukungnya. Mesti ada konsep yang lebih jelas untuk menjawab pertanyaan, “Mengapa Bagus dan Roro Purworejo mesti diadakan”
Kadang saya bertanya, apakah Bagus dan Roro ini merupakan titik puncak dari nilai-nilai ideal sebuah paras, ataukah titik puncak dari intelektualisme pemuda pemudi di Purworejo, ataukah titik puncak dari apa? Soalnya kan jelas, ada kompetisi dan ada pula juaranya. Bayangan saya, Bagus Roro ini bisa memberi impact semacam Valentino Rossi yang lantas menjadi gambaran ideal pembalap; menginspirasi banyak orang yang bercita-cita balapan. Atau, seperti Christiano Ronaldo yang mendapatkan Ballon d Or, sehingga jadi referensi yang presisi mulai dari kesungguhannya sebagai atlet yang selalu disiplin latihan hingga kehausannya akan trofi. Jadi sederhananya, kami pemuda-pemudi Purworejo harus terinspirasi dari apanya. Ini yang tidak jelas. Dan setidaknya hasil survey di ig tersebut malah memberikan rapor yang jauh lebih minus. Lha wong kenal saja tidak. Dari hasil survey itu juga beberapa orang dm dan mengatakan keluhannya mengenai penyelenggaraan Bagus Roro yang tak jelas arah tujuannya. Malah ‘maaf’ banyak yang beranggapan bahwa kawan-kawan Bagus Roro ini lebih seperti segerombolan Boy Band atau Girl Band ketimbang ‘duta’ yang bisa berbicara gagasan ini-itu.
Tak ada niat menyudutkan, toh sedari awal ini hanya didasari kegalauan karena minimnya ‘impact’ yang dirasakan oleh masyarakat khususnya pemuda seperti saya. Nah, dari survey itu juga kita belajar bahwa hanya sekitar 13 persen masyarakat Purworejo yang tahu -sebatas tahu loh ya- ‘keberadaan’ mereka. Saya dan kawan-kawan tentu masih membuka ruang yang luas apabila memang selama ini banyak kerja-kerja dan impact yang mereka berikan. Nah untuk itu mohon disosialisasikan kepada kami, misalnya membuat video dokumenter tentang aktivitas mereka yang sedang dalam project pengembangan konsep wisata di salah satu daerah di Purworejo. Atau video-video mereka ketika sedang mengembangkan budaya literasi di sekolah-sekolah pinggiran di Purworejo. Ya, atau video apalah yang mengedukasi dan bisa menginspirasi kami semua. Capek tinggal di Purworejo yang sibuk dengan simbol-simbolan dan ritual melulu tanpa substansi bermutu.
Eman-eman kalau biaya sebesar itu dan branding yang spektakuler hanya melahirkan para among tamu. Duh, dek.
2 Comments. Leave new
[…] tulisanya berjudul Bagus Roro Jangan Hanya Bercita-cita Jadi Among Tamu, Doyok dengan lantang mengatakan bahwa keberadaan Bagus and Roro belum begitu dirasa impactnya […]
[…] soal Bagus Roro ternyata cukup hangat akhir-akhir ini. Tulisan saya yang berjudul: Bagus Roro Jangan Hanya Bercita-cita Jadi Among Tamu malah dituding sebagai sinisme pribadi. Bolehlah sobat-sobat membaca tulisan Ali Topan, ia bilang […]