relativitas kecantikan

Batas Relativitas Kecantikan

Ngobrol soal kecantikan memang hal yang sensitif, lebih-lebih bagi kaum perempuan. Pernah satu ketika saya tongkrong dengan adik saya Rani Wazkika Fauzi di pojokan alun-alun Purworejo khusus untuk membahas ini. Karena saya sadar kita akan berdebat sengit, maka saya belikan ia masakan spesial untuk menghimpun energi. Nasi Goreng Spesialnya Pak Harno menjadi pilihan kami berdua. Disamping rasanya yang enak, harganya pun super miring karena karyawannya adalah salah satu sahabat saya di IPNU. Kalau di lesehan lain setiap kali saya nambah segelas es jeruk, tentu nambah pula tagihan yang harus saya bayar.  Di pak Harno ini saya bisa habiskan satu teko es Jeruk tanpa tagihan harus menjadi bengkak. Sahabat dekat saya pasti tahu bahwa saya ini peminum berat. Maka nikmat mana lagi yang mesti kita dustakan jika disekeliling kita dipenuhi dengan sahabat yang luar biasa pengertian dan selalu ada ketika dibutuhkan. Terutama untuk urusan perut yang gampang lapar tapi tak ditunjang kemampuan kantong yang memadai.

Jadilah malam itu, saya mencoba membuka pikiran adik saya yang mungil manis ini tentang hakikat-hakikat kecantikan. Sesekali pak Harno tampak memperhatikan ke arah kami meski saya yakin betul niat ia satu-satunya adalah memperhatikan teko es jeruknya yang makin menipis. Gratis, dihabisin pulak.

Dan tulisan ini hanyalah ikhtisar dari perdebatan sengit kita malam itu. Jiwit-jiwitan hingga tamparan ketersinggungan adik saya waktu itu tidak akan saya ekspos agar penasaran panjenengan tetap terjaga sampai panjenengan berdebat dengan saya sendiri. Sedikit saran, agar panjenengan membeli satu piring nasi goreng beserta kerupuk dan sambalnya karena bisa jadi panjenengan memiliki muatan ketidak-setujuan yang jauh lebih besar ketimbang adik saya itu.

Saya awali malam itu dengan subyektivitas pikiran manusia. Tentu ini terjadi karena banyak sekali hal; dan bisa jadi yang paling dominan adalah faktor lingkungan. Beberapa hal di dunia ini memang benar-benar warisan sampai kita melakukan pencarian yang milik kita sendiri. Contohnya adalah menyukai olahraga yang sama dengan kakak kita hingga menekuni agama yang dianut orang tua kita.

Saya katakan pada adik saya itu bahwa teori ‘relativitas kecantikan’ hanyalah usaha-usaha pembenaran bukan usaha mencari kebenaran itu sendiri. Tentu segera ia bantah habis-habisan. Saya malah sampai berfikir kalau keesokan paginya ia meski kulakan air liur karena malam ini muncrat semua kemuka saya.

Kalau tidak percaya, coba kita lakukan percobaan kecil-kecilan. Datangkan 3 cewek temen-temen panjenengan dan siapkan juga 10 orang untuk menilai kecantikan mereka. Mintalah 10 orang ini untuk menilai kecantikan mereka satu persatu. Menurut panjenengan, dari 3 cewek itu akan mendapat nilai yang sama atau tidak? Atau akan terjadi urut-urutan dari yang paling cantik (mendapat vote terbanyak) hingga yang kurang cantik (vote terendah). Saya kok berfikir yang akan terjadi adalah kondisi yang kedua.

Artinya apa? Bahwa kecantikan sebenarnya bukanlah hal yang relatif, karena tanpa janjian para juri akan mempunyai beberapa kecenderungan yang sama yang mungkin sering dimaknai sebagai kebenaran universal. Percobaan ini adalah contoh sederhana dari metode risetnya Imrelakatos. metode riset dilakukan setelah pencarian kebenaran baik dengan cara Rasionalitas, Empirisme, Positivisme hingga Metode Ilmiah tidak juga kunjung memuaskan. Secara sederhana; dan maaf frontal, ketika Luna Maya dan Omas di perbandingkan; kira-kira ke 10 juri ini akan cenderung vote ke mana?

Yang kedua adalah tentang hirarki kesempurnaan. Bahwa dari pengalaman orang mencari kebenaran, maka harus ada kebenaran yang tertinggi. Ini murni bentuk konsekuensi rasionalitas, bahwa dalam mengejar sesuatu kita tidak bisa terjebak dalam relativitas tapi harus berpegangan kepada tujuan, minimal dalam pikiran. Ini yang menyebabkan manusia berusaha menjadi lebih baik setiap hari; dalam hal apapun; yakni disebabkan keinginan untuk berubah dari satu realitas menuju ke titik atau keadaan yang ideal/absolut.

Coba perhatikan teman-teman wanita disekitar panjenengan, bahkan termasuk panjenengan sendiri; mengapa mereka bisa janjian untuk menggunakan bedak atau lipstik ketika akan kondangan? Kapan panjenengan janjian kalau lipstik dan bedak ini adalah simbol-simbol kecantikan? Apakah hanya karena efek iklan? Saya kok tidak berfikir seperti itu. Daripada fokus ke iklannya, saya malah berfikir bahwa wanita diciptakan dengan memiliki kecenderungan yang sama. Tanpa di sadari kita semua; dalam hati kecil sering memperbandingkan realita (kurang cantik) ke hal hal yang dianggap lebih ideal (cantik); dan meski patokannya dan sumbernya berbeda-beda, kok bisa bermuara ke dalam kesamaan tindakan menganggap bedak dan lipstik sebagai solusi (kebenaran universal). Ini sekedar contoh dari banyak hal serupa di dunia ini.

Kejadian seperti inilah yang mungkin menjadi salah satu sebab Thomas Aquinas mempopulerkan Quinquiae Viae (Lima Jalan untuk membuktikan adanya Tuhan) yakni Gejala gerak (sumber gerakan pertama), Gejala sebab akibat (adanya sebab yang paling awal), Gejala Kontingensi (harus ada yang tidak bersifat sementara), hirarki kesempurnaan (Allah sebagai sang Maha), dan Finalitas dunia (adanya tujuan akhir).

Bagaimana mungkin kita akan mengejar kecantikan kalau cantik itu sendiri relatif? Bagaimana bisa perempuan berbondong-bondong sepakat membeli lipstik tanpa mereka janjian? Dalam hal yang lebih serius, bagaimana kita akan mengejar kebaikan kalau baik itu relatif? Sebenarnya apa ‘baik’ yang kita kejar-kejar selama ini? Kita harus punya perbandingan tentang yang tidak baik (0) agar bisa menuju kehal yang baik (100).

Relativitas hanyalah bentuk subyektivitas dan kelemahan yang kedua-keduanya memang menjadi sifat dasar manusia. Justeru disinilah akhirnya saya menemukan bahwa konsep sangMaha itu menjadi rasional di kepala saya; bukan sebatas dogma tapi menjadi sesuatu yang bisa diterima akal. Cantik absolut, yang menjadi patokan-patokan dan puncak kesempurnaan itu kita sebut mahaCantik; dan tidak mungkin dimiliki manusia. Baik absolut, yang menjadi tujuan perubahan perilaku manusia itu kita sebut mahaBaik, juga tidak mungkin dimiliki manusia.

Alloh memberi kita waktu (dari sejak ada hingga tiada; kalau boleh saya mencoba definisikan waktu) dan kesempatan (dari kelemahan menuju perbaikan diri). Hal-hal yang lebih cantik dan lebih baik ini bisa dikejar dan diusahakan hanya ketika kita mempunyai patokan-patokan, yakni hadiah petunjuk dan tutorial pencipta kepada makhluknya.

Kalau pada akhirnya kita berfikir bahwa cantik, kebaikan dan berbagai hal di dunia ini itu relatif, itu karena manusia ada diantara 0 -100 dalam semua ukuran, tidakcantik (0) – cantik (100); tidakbaik – baik; tidak ganteng – ganteng; dan semua hal yang lainnya. Namun sekali lagi, manusia tidak pernah bisa mencapai kesempurnaan nilai. Belum lagi jika kita harus membahas ‘cantik’ dan turunan-turunannya. Mulai dari cantik paras, cantik hati hingga cantik tindakan yang masing-masing pasti memiliki nilai universal dan patokannya sendiri. Dan Tuhan ada di luar angka 0 hingga 100 itu karena hanya Tuhan-lah yang tidak berawal dan tidak berakhir. Hanya Tuhan-lah yang tidak berasal dan tidak menuju.

Kalau pada akhirnya kita berfikir bahwa kecantikan itu relatif; itu hanya karena kita berada di rentang antara agak nggak cantik hingga ke agak cantik. Manusia adalah kombinasi-kombinasi rumus matematik. Semakin cantik manusia maka margin of error (metode riset) respondennya akan semakin kecil. Responden akan semakin mungkin untuk mencapai kesepakatan bersama.

Gimana dek? Belum percaya? Sekarang tinggal mana yang ingin kamu kejar? Patokannya harus jelas. Atau selamanya kamu jadi orang yang bertindak dengan mengkhianati pikiran. Kamu berpikiran kecantikan itu relatif dan berbeda bagi setiap orang; kamu berfikir pacar kita akan menerima kita apa adanya; tapi dalam tindakan kamu masih kompak dengan mantannya, lomba meng-eksistensi lipstik dan bedak. Bilang cantik relatif tapi dandan mati-matian hingga lupa cari hal yang lain. Loh.

Terima dulu bahwa kamu memang kalah cantik. Ikhlaskan dan segera mencerdaskan dirimu untuk fokus ke hal yang lain. Dunia bukan semata seoal kecantikan. Di dalam dirimu ada satu hal yang khas yang tidak mampu dilabeli dengan kata apapun dan tidak mudah untuk diperbanding-badingkan dengan yang lain. Satu hal yang unik itu akan kamu temukan jika kamu setia menjadi dirimu sendiri.

Jadi dek, Jangan nggrambyang gara-gara teori relativitas. Wong ketemunya lama kok terasa bentar. Hehe.

Artikel
, ,
Rekomendasi
Populer

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Direktori