Sebagai olahraga paling digemari sepakbola tak berhenti menyajikan drama. Barcelona boleh jadi menjadi klub terbesar dalam satu dekade terakhir, namun predikat itu tak cukup menyelematkan mereka dari petaka jatuh beruntun ke lubang yang sama. Tahun lalu, dalam ajang bergengsi Champion League mereka membuang keunggulan tiga gol dari wakil Italia AS ROMA. Dan… seakan terjadi wabah amnesia pada seluruh squad, mereka kembali berleha-leha dan memberikan jalan comeback serupa kepada Liverpool.
Beberapa saat sebelumnya, Sepakbola baru saja memberikan PHP paling parah pada fans garis keras Real Madrid dan Manchester United. Setelah kepergian Zidane, tampaknya Solari sebagai bagian sejarah klub akan mampu melewati masa-masa buruk dengan bantuan pemain-mahal macam Bale dan pemain yang digadang sangat berbakat yakni Karim Benzema. Kondisi hampir sama, Manchester United yang compang-camping di beberapa pertandingan terakhir Mourinho, akhirnya menunjuk ‘si bocah ajaib’ yang merupakan bagian dari sejarah besar klub merah, Ole Gunnar Solskjær. Well, ia memberikan 8 kemenangan beruntun yang hebat kepada fans, menjadikannya bak sinterklas yang memberikan permen-permen kepada anak-oldtrafford yang sedang murung.
Kedatangan ‘Ole’ menumbuhkan harapan yang membuncah ke seluruh atmospher setan merah. Muda, berbakat, filosofi bola menyerang yang cantik dan tentu saja hasil akhir yang memuaskan. Belum lagi, sebagai ‘murid langsung’ sir Alex Ferguson, tentu menjadikan sanad keilmuwannya jelas. Ia penerima langsung baiat filosofi bola ‘ala madzhabil ferguson’.
Sayangnya, PHP itu sedemikian lengkap ketika akhirnya MU tidak mendapatkan apapun di akhir musim ini. Tidak ada piala UCL, tidak ada Piala Liga, tidak ada gelar EPL. Tidak ada apapun selain harapan yang kadung tinggi. Hal yang sama terjadi di ibukota Spanyol, Real Madrid.
Sepakbola memang bukan mainan di atas kertas, jelas-jelas ia adalah permainan di atas rumput, di atas tanah yang kita pijak bersama. Berapapun Barcelona menang berkali-kali di leg pertama, bisa dengan mudahnya pula berkali-kali di comeback di leg kedua. Dan seperti itulah kehidupan kita yang telah melalui banyak pertandingan menang dan kalah. Bertanding melawan ujian di SD yang berbuah gawang kelulusan, bertanding mencari pekerjaan yang berbuah penolakan atau pemecatan, bertanding mencari pendamping yang berbuah ‘kejombloan abadi’ atau bahkan pernikahan impian dan seterusnya pertandingan-pertandingan yang akan terus kita temui sampai akhir hayat.
Pilihan berjuang kita tak berhenti pada satu gawang. Getaran jala gawang di ‘camp nou’ tak menjamin getaran jala gawang yang sama di ‘Anfield’. Dari pertandingan-pertandingan di kehidupan kita terus berjalan. Gawang demi gawang tujuan menuntut perjuangan demi perjuangan yang berkesinambungan. Mental dan semangat baja ‘Liverpool’ yang malam tadi menempuh kilometer jauh lebih banyak dari Barcelona sungguh-sungguh menginspirasi kita untuk berjalan lebih jauh lagi dengan kaki kita sendiri, tak peduli hal buruk yang telah terjadi sebelumnya. Selama ada niat dan tekad, mata kita akan kuat menatap gawang tujuan dan kaki kita akan lincah meluncurkan tembakan.
‘As long as there are games to play it is not over.’ – Sir Alex Ferguson