cukur rambut rakyat

Pangkas Rambut Rakyat Yang Buka Dari Jam 8 Sampai DPR Bubar

Orang pikir kebanyakan masuk mall bisa jadi pangkal penyakit berbahaya ke-glamour-an. Nyatanya setiap tempat juga punya dampaknya masing-masing. Teman saya ini sempat kuliah di Jogja dan… tampaknya ia lebih banyak menghabiskan waktunya di pertigaan UIN ketimbang tempat-tempat hits lain di kota Jogja. Diantara pilihan Ambarukmo Plaza dan Jogja City Mall, ia pilih pertigaan UIN. Diantara Malioboro dan Gembiraloka, ia pilih lagi pertigaan UIN. Begitupun Ketika disuruh memilih Candi Prambanan dan Candi Borobudur, ia keukeuh tongkrong di pertigaan UIN. Akibatnya dosis pergerakannya menjadi-jadi, tumpah ruah di jalanan dan menyatu dengan urat nadi kehidupannya.

Sekarang ia sudah tinggal di Purworejo setelah menyelesaikan S.Ag nya. Saya sering menyebutnya sebagai ‘sarjana agak-agak’. Sebab tingkat akurasi keber-agamaannya benar-benar mesti dipertanyakan. Setidaknya itu yang saya lihat sehari-hari. Mungkin saja secara teori ia benar-benar ngelotok Quran Hadits, tapi itu biar menjadi urusannya dengan dosen pembimbing yang mengujinya. Atau mungkin ia sedang menyembunyikan kewaliannya, ah untuk yang ini kacamata saya tidak mampu menembusnya.

Selama di Purworejo ia tetap setia pada jalur pergerakan. Aktif di aksi kamisan. Mendiskusikan banyak hal soal negara, kemanusian dan kehidupan sosial. Aksi-aksinya kadang juga membahayakan, bahkan membahayakan saya sebagai temannya sendiri. Meski begitu saya masih sering dibombardir serangan, dianggap kapitalis dan suka melakukan sabotase. Di titik ini saya sering merasa menjadi korban karena dituding-tuding teman pergerakan sekaligus aparat penegaknya.

Suatu ketika, saya adakan acara pentas budaya Gusdurian, Namanya saya pampang di poster acara sebagai salah satu pembaca puisi. Ia antusias dan benar-benar membawa sebuah puisi pada saat pementasan. Ajaibnya, setelah ditunggu dari awal sampai akhir namanya hilang dari rundown acara. Setelah acara selesai, ia bilang saya tukang sabotase. Tapi bagaimana tidak, selembar puisi yang ia buat itu dari awal sampai akhir itu hanya berisi sumpah serapah kepada pemerintah. Sangat layak disabotase oleh otoritas, yang pada acara gusdurian ini adalah saya. Hahaha.

Hari ini ia menempuh karir sebagai tukang cukur rambut di pusat cukur rambut paling popular di Purworejo: Garnisun. Ternyata kemampuan ini sudah ia latih sejak masih di Pondok Pesantren selama ia mengenyam pendidikan tingkat menengah.

“Asrama Islam, bukan pondok pesantren, terlalu berat”, katanya menyela obrolan kami.

“Sejak SMP aku suka sekali menyukur rambut orang, karena dengan begitu aku merasa bisa bermanfaat untuk orang lain”, tambahnya.

“Menurutmu kamu ini ahli atau tidak?”, tanyaku.

“Sebulan ini aku sudah mencukur setidaknya 210 kepala. Silahkan kamu nilai sendiri”, jawabnya dengan kepercayaan diri tingkat Internsional.

Tentu saja aku percaya, untuk menjadi ahli dibutuhkan untuk melakukan hal yang sama setdaknya 40 kali. Ini sudah lebih dari cukup. Dan itu ia lakukan terus setiap hari, kecuali ketika calon istrinya ngambek atau marah. Seorang aktivis pun bisa menjadi kucing kala berurusan dengan perempuan. Buktinya tadi malam Ketika kami ngobrol tiba-tiba ia balik telfonnya.

“Itu pasti calon istrimu”, aku menebak.

“Hahaha…. Tahu aja”, jawabnya sembari tertawa dan sedikit terlihat tidak nyaman. Mungkin ia sudah menduga nanti akan dibombardir pertanyaan kenapa ia tak kunjung membalas chat atau telpon dari calonnya itu.

Ia memilih profesi pangkas rambut karena alasan pragmatis dan ideologis. Sebentar lagi ia akan menikah, sebab itu ia mesti melakukan persiapan-persiapan untuk memenuhi kebutuhannya. Mencukur baginya adalah mata pencaharian yang paling mungkin dilakukannya saat ini. Hobi yang menghasilkan uang tentu adalah pencapaian tertinggi dari suatu pekerjaan. Sebagai aktivis ia juga memiliki alasan ideologis. Dari tempat cukur itulah ia menemukan banyak sekali cerita yang jujur dari masyarakat.

“Aku jadi bisa bertemu orang dengan banyak sekali kepala, artinya tidak hanya secara fisik, tapi pemikiran yang beranekaragam itu membuka mataku. Tempo hari ada seorang guru yang cerita kepadaku betapa gaji guru belum cukup juga untuk dapat menyekolahkan anaknya dengan layak hingga perguruan tinggi. Sebagai pendidik ia tahu ia mesti mengedepankan rasa ikhlas untuk mendidik murid-muridnya, tapi kadang keadaan memaksanya untuk kecewa dengan perlakukan pemeritnah terhadap ia dan teman-temannya, terhadap guru. Aku sering mengajak pelangganku untuk membicarakan konsidisi sosial hari ini, membicarakan sistem di negara ini. Melalui media ini aku ingin menanamkan jiwa-jiwa pergerakan. Agar ada perubahan di negara ini.”, cerita temanku ini.

“Orang biasa pergi ke tukang cukur agar ia merasa fresh, kenapa justru kau ajak diskusi yang berat-berat, apa mereka tidak lari?”, tanyaku.

“Itulah hal yang tidak akan didapatkan di tempat cukur lain. Aku tidak terlalu memusingkan jika orang tidak mau cukur lagi di tempatku, toh beberapa orang justru nyaman dengan obrolanku. Aku bukan tukang cukur yang diburu-buru waktu. Aku betah berlama-lama untuk mendengarkan orang lain atau juga sedikit berbagi gagasan”, jelasnya.

“Seharusnya kalau kamu lebih irit waktu, kamu bisa dapat uang lebih banyak”, aku menanggapi.

“Sekali lagi mencukur bagiku bukan semata-mata soal uang, gaes. Aku melakukannya dengan hati.”, jawabnya. “Bahkan aku punya standar tersendiri, meskipun aku bekerja di tempat cukur biasa tapi aku selalu mengenakan pakaian-pakaian yang stylish untuk menunjukkan bahwa tukang cukur dan konsumennya setara. Kita semua setara, gaes.”, tambahnya.

“Ada cerita menarik lain lagi?”

“Ada. Pernah suatu Ketika seorang anak kecil memangkas rambutnya kepadaku. Ia melakukan permintaan yang unik dengan menunjukan referensi di tiktok dari studio rambut ternama. Yang perlu kamu tahu gaya rambut yang ia minta bukan gaya rambut sembarangan, memerlukan tekhnik khusus dan biasa di banderol 300 ribuan di studio ternama itu. Tapi sebagai pembuktian aku turuti keinginannya dan aku menghabiskan waktu 45 menit untuk menyelesaikan pekerjaan seperti yang ia minta. Dengan tarif 15 ribu. Hahaha”, ia bercerita sambal tertawa.

“Lalu kamu isi dengan obrolan apa selama 45 menit itu?”

“Di dalam hati aku banyak mengumpat, sedemikian rendahnya pengetahuan orang-orang tentang dunia cukur mencukur. Ia minta model rambut 300 ribuan di tempat seharga 15 ribuan. Tapi untuk menjaga kehormatanku dan komunitas cukur ini aku harus bisa membuktikan. Seperti biasa aku juga mengajak ia untuk bicara banyak hal, mengenai alasan ia sekolah, bagaimana pendapat ia tentang sistem di sekolahnya, apa tujuan pendidikan, dan banyak hal”, terangnya Panjang lebar.

“Lantas… apa jawabannya, aku antusias dengan cara berfikir salah satu generasi penerus di kota kita ini”, aku meresponnya dengan antusias sekali.

“Katanya… ia nurut saja sama orang tua. Disuruh sekolah ya sekolah. Sudah. Sampai titik ini aku sulit berkomentar, karena mau bagaimanapun menuruti perintah orang tua adalah hal yang baik”, aku tahu dari jawaban temanku itu sebenarnya ia sendiri merasa tidak puas. Sebagai aktivis pergerakan mungkin ia menginginkan jawaban yang lebih progresif dan berapi-api.

Aku juga melihat di sosial media ia membuat brand baru dari usaha cukur-mencukurnya. Selain mangkal di Garnisun, ia juga menjadi lelaki panggilan. Bisa di calling. Pangkas Rambut Rakyat, begitu ia menamai.

“Berikan aku alasan kenapa orang-orang mesti memilih jasa cukurmu, siapa tahu pembaca artikel ini akan tertarik menggunakan jasamu”, tanyaku.

“Yang pertama, aku menguasai banyak gaya. Bahkan aku tidak segan untuk memberikan beberapa saran dan rekomendasi. Perlu kamu tahu gaes, setiap bentuk kepala memiliki kecocokan masing-masing dengan pilihan gaya rambut yang ada. Kadang orang-orang ingin meniru gaya artis idolanya tanpa memahami bentuk kepalanya sendiri. Ini satu hal yang merepotkan, mau pake tekhnik apapun tentu tidak akan bisa dipaksakan. Nah, aku bisa mendiskusikan hal seperti ini dengan pelanggan”, terang ia sambil memperhatikan bentuk kepalaku. Sepertinya ia telah menemukan bentuk rambut yang ideal untuk aku pilih. Kapan-kapan mesti aku coba.

“Yang kedua, aku tidak sekedar mencukur, aku bisa membicarakan banyak hal, aku terbiasa mengobrol. Ini adalah nilai tersendiri karena proses cukur mencukur akan sangat hampa dan membosankan tanpa ada obrolan itu. Aku bahkan bisa membicarakan isu dari yang lokal dan internasional. Sebaliknya aku juga sangat siap mendengarkan curhatan atau argumen mereka”, tambahnya.

“Kamu sangat cocok jadi lelaki panggilan, diluar sana banyak orang yang kesepian dan mebutuhkan teman ngobrol”, aku menanggapi.

“Ah, aku tahu arahmu hahaha”, katanya sembari tertawa.

“Adakah pesan khusus yang ingin disampaikan seoarang tukang cukur kepada Rakyat Indonesia?”

“Ada”, jawabnya mantap. “Kita lawan dengan riang gembira. Memilih gaya rambut sendiri adalah kedaulatan diri kita pribadi. Jangan biarkan mereka mengaturmu.”, ucapnya tegas.

“Hahaha fantastis sekali. Oiya ada satu hal lagi, ada satu tagline menarik dari usaha cukur mencukurmu ini”, ungkapku.

“Buka dari jam delapan sampai DPR bubar. Hahaha”, ia memotong karena sudah menebak apa yang ingin aku tanyakan. “Lewat pesan ini aku ingin….”

Ah, sudah… mohon maaf durasi sudah habis. Untuk yang satu ini biar orang bertanya secara langsung kepadamu.”, aku gantian memotong dengan alasan normatif bahwa waktu sudah habis dan aku harus segera pulang. Istri sudah menunggu dirumah.

Tagline yang sangat sensitif dan bisa jadi sangat serius untuk orang yang baperan. Kalau mau ditafsiri sederhana sih sebanarnya itu akal-akalannya saja, sebab DPR adalah salah satu lembaga yang sangat kuat dan tentu tak semudah itu untuk mengubah bahkan membubarkannya. Dengan begitu usaha cukur-mencukurnya juga akan langgeng dan terus berjalan sampai selama-lamanya. Ini pikiran nakalku saja. Aku curiga sebanarnya ia juga seorang kapitalis. Kalau ingin tahu kebenarannya, silahkan Anda klarifikasi sendiri dengan memanggil jasa cukurnya. Soal namanya, sebut saja ia Reza.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Rekomendasi
Populer This Month
Populer
Direktori