Saya fikir perang tidak pernah berhenti, sebagaimana gunung api yang sedang tertidur dan secara diam-diam terus menghimpun kekuatan. Semua pihak hanya sedang mencari jalan dan menunggu waktu mustajabnya.
Umat manusia telah melalui banyak sekali pertarungan. Dahulu sebuah kerajaan mesti berjalan ribuan kilometer ‘hanya’ untuk menunjukkan eksistensinya dengan menyerang kerajaan lain. Kita melalui dua kali perang dunia dengan salah satu lontaran bom yang mampu melintasi benua hingga mendarat ke Jepang. Jika mengingat itu, kemajuan tekhnologi di tengah-tengah kita hari ini terasa sangat biasa.
Kita masih membanggakan lalu lintas status melalui gawai dengan jaringan nirkabel, padahal lalu lintas dengan material yang lebih nyata dengan jarak tempuk yang lebih jauh dan menunjukkan efek yang jauh lebih besar telah puluhan tahun yang lalu menjadi bagian dari sejarah umat manusia. Sayangnya, fakta sejarah ini hanya seperti menjadi ingatan di lapisan terluar kepala kita yang tak banyak mendapat posri pembelajaran dari segala aspeknya. Kita sebatas menjadikan ‘Nagasaki’ dan ‘Hiroshima’ hanya sebagai ingatan kunci jawaban atas soal yang pasti keluar dalam ujian sekolah. Padahal kejadian ini juga menandakan ‘Pertarungan Tekhnologi’ termutakhir yang akhirnya mampu merubah peta dunia; dan bahkan; menjadi salah satu pengantar kemerdekaan kita.
Saya ingin melompat kepada fenomena akhir-akhir ini, ketika kita semua membicarakan fenomena HOAX; sebagaimana hal yang seakan-akan baru padahal sejak dahulu kala, setiap pertarungan atau peperangan di dunia ini telah melibatkan agen-agen hoax. Penyusup-penyusup istana, informan palsu, agen rahasia telah menunaikan kewajiban hoax untuk memuluskan kemenangan. Bahkan ada ujar-ujar, “Hoax pertama diciptakan setan ketika berperang dengan keimanan nabi Adam, Khuldi – Khuldi – Khuldi”; dan Nabi Adam percaya. Lalu, selama ini siapa yang paling kita percaya? Siapa yang kita panggil ketika kebingungan. Yak! G-O-O-G-L-E-! Solusi pada setiap permasalahan semua umat manusia.
Uniknya, yang perlu kita ketahui bahwa tahun ini bukan sebatas 20 tahun peringatan reformasi, namun juga 20 tahun kelahiran Google ‘al-amin’. (Artikel ini ditulis pada tahun 2018-red) Reformasi membukakan pintu kebebasan bagi kita, tapi Google telah menunggu di balik pintu. Nah! Google telah hadir ditengah-tengah kita menjadi pusat ilmu pengetahuan, sedangkan pesaing terbesarnya facebook menjelma menjadi pusat berbagi dengan whatsapp dibaptis menjadi alat komunikasi paling haqiqi.
Hegemoni Digital?
Dunia digital telah menjadi kekuatan besar yang mempengaruhi segala aspek kehidupan kita. Dominasi digital tidak bisa lagi kita elak, dan bahkan untuk membuktikan hal ini cukup bertanya kepada kita sendiri. Siapa yang paling sering kita tanya dalam keseharian kita? Apakah Anda sepakat dengan saya bahwa makhluk itu bernama Google? Atau, siapa yang paling sering kita belai dari pagi hingga malam? Androidkah? Saya pribadi percaya bahwa ‘sepi-cinta’ dalam kehidupan kita bukan sebatas permasalahan kejombloan, tapi masalah-masalah ketergantungan pada tekhnologi itulah yang menyebabkan jomblo meng-akut. Ya, semacam anekdot, “Dasar Jomblo, main hp muluk!”. HP itu yang menyita perhatian kita secara terus menerus dan intens sehingga mematikan radar asmara di sekeliling.
Hegemoni Digital adalah titik dimana arus digital yang sangat besar menguasai kehidupan manusia, bahkan hingga mempengaruhi cara pandang akan kebenaran, keinginan manusia, bahkan hingga kebutuhan manusia. Gejala sederhanya, ya seperti yang telah saya sebutkan: Ketergantungan dengan Android. Informasi dan iklan yang bertebaran di android telah banyak mengubah perilaku kita. Kecerdasan buatan mengingatkan kita tentang apa yang harus dilakukan; Google Maps mengatur lalu lintas kita. Dan berbagai macam perangkat juga produk digital yang terus menerus kita dapatkan setiap hari.
Fakta Fakta
– Inovasi dibarengi dengan Creative Distruction; Schumpeter dalam “In Capitalism, Socialism, and Democracy,” membuat kesimpulan sederhana menggunakan istilah, terus-menerus menghancurkan yang lama, terus-menerus menciptakan yang baru. Pada 1970-an walkman adalah bagian dari Creative Distruction (Penghancuran Yang Kreatif) karena mampu menyingkirkan tekhnologi sebelumnya. Beberapa tahun lalu Ipod sukses mematikan walkman, dan siklus terus berjalan. Inovasi yang sebegitu cepat akan ‘mengubah’ bahkan secara radikal tatanan yang sudah ada sejak lama, imbasnya perekonomian, kehidupan sosial berubah. Posisi kita dimana?
– Dua pusat dunia digital adalah: US West Coast dan East Coast of China; 18 dari 20 perusahaan teratas dikuasai AS dan Cina. (https://www.tableau.com – (c) 2018)
– Sebagian besar karyawan perusahaan digital besar berlokasi di negara asal. 75% Karyawan Google dan Facebook ada di Negara asal, dan dalam kasus Baidu dan Alibaba malah hingga 95%. Sejak zaman dahulu kekuatan besar berat telah cenderung melakukan penaklukan ke berbagai belahan dunia dan mempekerjakan manusia-manusia paling berbakat yang sayangnya tak mendapat ruang dalam sistem kehidupan negara kita sendiri. Di era digital, dengan daya tarik yang lebih besar, anak muda kita bekerja di perusahaan barat. Youtubers, Adsenser, dll… Sadar?
– Regulator Anti-monopoli Uni Eropa menjatuhkan denda kepada Google sebesar 2,7 Miliar. Alasannya adalah kecurangan Google dalam SEO atau dalam menampilkan hasil cari. Google terbukti menggunakan algoritma yang menguntungkan koloni mereka sehingga tampil paling atas. Selama ini kita sangat mempercayai Google ‘al-amin’? Mungkinkah dalam konstelasi politik bahkan Nasional google mengikat kontrak dengan media nasional tertentu? Menampilkan sesuatu yang sayangnya akan langsung kita percayai sebagai sumber paling bisa dipercaya?
– Era Artifical intelligence (AI) “Kecerdasan Buatan” yang terus berkembang. Punya HP OPPO? Ada fitur AI di kamera Anda, sehingga dengan mudah bisa menemukan wajah, mempercantik dll. Kecerdasan buatan adalah program komputer yang dirancang untuk memecahkan bahkan menggantikan tugas manusia. Watson pada IBM, Google Ass, dan Chatbots ‘Tay’ Twitter. Watson dari IBM diciptakan untuk menandingi kemampuan manusia dalam menjawab sebuah pertanyaan; ia memenangkan sebuah kuis Jeopardy yang mengupas masalah sejarah, sastra, seni hingga politik. Mengalahkan manusia yang mendapatkan skor tertinggi dari kuis tersebut.
Di sisi lain kecerdasan buatan lain dari Twitter pernah mengalami masalah serius karena melakukan aksi rasis. https://tekno.tempo.co/read/871085/kisah-tay-di-twitter-ketika-kecerdasan-buatan-belajar-aksi-rasis Kecerdasan buatan mampu menggantikan manusia?
Kecerdasan Google memiliki IQ tertinggi https://www.liputan6.com/tekno/read/3120697/ketimbang-siri-kecerdasan-buatan-google-ternyata-lebih-pintar Duh, Google lagi?
“Kecerdasan Buatan adalah awal dari akhir manusia” – Stephen Hawking
– Afrika hanya menyumbang 13% dari lalu lintas internet global pada tahun 2013. Dan… sebagai contoh hampir tidak ada berita tentang Ghana yang dihosting dari Afrika. Artinya hampir semua berita tentang Afrika ditulis dari barat, politik, sosial, ekonomi. Akankah mereka makin terbelakang? https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_jumlah_pengguna_Internet
Afrika tak memiliki kesempatan menulis tentang diri mereka sendiri.
Dimana Posisi Kita?
Maka, permasalahan mendasar bukan pada segala macma tekhnologi digital yang akan terus menelurkan yang terbaru dari yang terbaru, atau seberapa parah hoax yang terjadi di negeri ini; sampai kapan hoax akan terus menjangkiti kehidupan kita? Jauh lebih daripada itu perlu bagi kita untuk membuka mata bersama-sama bahwa permasalahan kita sungguh sederhana, yakni perilaku konsumtif, bukannya perilaku produktif. Kita tidak sedang memilih sesuatu yang baik dan benar di zaman ini, namun harus kita sadari kita sedang memilih pilihan-pilihan yang telah matang dihidangkan oleh para produsen tekhnologi dan informasi. Pertanyaannya, oleh siapa? Atau bahkan, Untuk apa?
Sebagai penutup dari part pertama ini, jika wikipedia dibuat menjadi sebuah buku ia akan memiliki 2,25 juta halaman dan kini facebook telah beranggotakan lebih dari 1 miliar penduduk, menjadikannya negara terbesar ketiga setelah Cina dan India. Siapkah kita menyongsong siklus creative distruction selanjutnya? Atau kita masih sama sebatas korban propaganda dan korban data-data? Langkah apa yang akan kita lakukan untuk melawan hegemoni ini?