nasihat AM

Nasihat AM Yang Mulai Berkeliaran Di Kepala

“Buat apa saling memaafkan jika tidak saling bermusuhan”.

Nasihat super AM ini benar-benar berkeliaran di kepala apalagi didukung dengan momen yang sangat tepat, yakni: momen Idul Fitri. Untuk teman-teman penikmat ‘potongan video youtube’ pesan seperti ini bisa menjadi pesan yang sangat berbahaya. Pasalnya, jika tidak dicerna betul-betul, apalagi cuma di baca sepenggal-sepenggal karena irit quota, kesannya AM mengajak kita untuk tidak usah saling memaafkan. Apa benar demikian?

Tapi sebelum itu, saya ingin menjelaskan mengapa seorang narasumber tidak disebutkan namanya seacara lengkap melainkan hanya disebutkan dalam bentuk inisial saja.. Alasan yang pertama, sang narasumber pastilah orang yang luar biasa dan anti-mainstream, berani melakukan sesuatu yang diluar nalar, kadang-kadang juga diluar etika. Para maling di negeri ini misalnya, tak puas dengan gelar Yth, mereka sibuk melakukan korupsi agar surat kabar bisa menyingkat nama mereka. “Ya… itu… agar masyarakat tidak terlalu repot dan lelah memanggil nama kami yang panjang-panjang, juga agar kawan-kawan media lebih irit tinta”, ujar salah seorang pejabat di negeri wakanda. Tapi jelas ini tidak cocok dengan narasumber saya yang satu ini.

Jika bukan karena alasan di atas, penggunaan inisial biasanya digunakan untuk orang-orang yang angker dan dihormati. Namanya tidak boleh sembarang disebut. Orang yang tidak tersentuh. Tapi, narasumber yang satu ini juga tidak terkesan angker karena murah senyum, dan jujur kadang sedikit kebanyakan.

Atau lebih cocok dengan alasan ketiga, karena profil narasumber harus disembunyikan dari banyak orang. Agar tidak jadi bahan gosip, bahan infotainment atau target calon legislatif. Yang ketiga ini saya pikir lebih tepat untuk narasumber yang satu ini.

Nah, kembali ke persoalan utama. Agar saya mendapatkan penjelasan dan pencerahan yang paripurna soal quote-quote AM yang luar biasa ini saya sempatkan untuk menghubunginya tadi malam. Menghubunginya dimana dan melalui apa jelas dirahasiakan.

“Bung perhatikan betul-betul tidak quote saya itu?”, tanya AM kepada saya.

“Yang mana…?”

“Dalam setiap quote itu selalu disertai tulisan, 2024. Purworejo butuh kamu. Disitulah poin pentingnya. Coba bung perhatikan”, terang AM.

“Kontestasi politik seringkali menimbulkan ketegangan yang luar biasa, nah melalui quote itu saya ingin mengajak warga Purworejo untuk sadar bahwa saat ini kita sudah memasuki tahun politik dengan segala bumbu-bumbunya. Maksud saya, kalau bung dan teman-teman bisa jaga kondusivitas, tidak gontok-gontokan itu akan lebih baik, sebab tindakan preventif jauh lebih baik. Kalau bisa nggak bermusuhan kan jauh lebih baik, wong nggak musuhan kenapa harus saling memaafkan, iya tho“.

Dari jutaan pemuda di Purworejo, AM memang berbeda. Kebanyakan orang hanya menggunakan kacamata ‘lebaran’. Artinya banyak dari kita yang senang memelihara konflik lantas dengan mudahnya beranggapan semuanya dapat diselesaikan dengan kata maaf, maaf dan maaf. “Maaf, belum bisa bayar utang….”, “Maaf, saya lupa punya janji denganmu tempo hari”…. dan maaf-maaf yang lain yang dalam sudut pandang yang kritis akan sangat mudah diumbar saat hari raya, eh… beberapa hari kemudian musuhan lagi. Sebab itu, upaya preventif ini sangat visioner. Dalam dunia survival ada istilah unik yang sering saya dengar, “Cara terbaik untuk selamat dari penyanderaan adalah: jangan disandera”. Cocok sekali.

Karena sangat tercerahkan, saya mengejarnya dengan quote AM yang lain, “Kurangi meminta tolong, karena di tangan yang salah utang budimu akan diungkit secara brutal”.

“Mengapa Anda berpikiran demikian?”, tanya saya kepada AM.

“Begini, bung. Sebab, banyak sekali di sekitar saya hubungan-hubungan pertemanan yang awalnya baik tiba-tiba rusak karena salah satu pihak merasa memiliki jasa besar pada yang lain. Bisa-bisa utang-budi kita itu diungkit di semua tongkrongan, di buat siaran pers dan disebar kemana-mana dengan tidak memandang konteks. Bahkan utang budi yang disepakati secara privat saja bisa tiba-tiba jadi makanan publik. Iya tho?”, terang AM panjang lebar. Agar saya lebih yakin ia memberikan pertanyaan yang menyerang saya secara psikologis.

“Betul juga. Lantas manusia jenis apa yang layak untuk kita mintai tolong?”

“Bukan itu poinnya bung, kita bukan pada posisi membedakan teman yang satu dengan yang lain. Jika itu poinnya maka tidak akan pernah ada ujungnya dan hanya akan melahirkan energi yang negatif. Sebab itu ini sangat berkaitan dengan quote saya yang lain”

“Yang mana?”

“Yang ini, Selagi bisa sendiri aku tidak ingin merepotkan orang lain, itu caraku untuk terbiasa susah tanpa harus melibatkan orang lain. Saya ingin mengajak teman-teman untuk lebih fokus pada diri sendiri dan jangan berharap terlalu banyak pada manusia. Kalau bisa jangan merepotkan dan mengajak orang lain untuk susah, seperti budaya lima tahunan yang akan menghampiri kita ini. Pas berjuang, ngajak-ajak susah, tapi begitu senang lupa sama teman. Kalau bisa, sebagai manusia yang baik ya ngajak-ajak teman pas senang, jangan justru pas susah dong.”, terang AM dengan energi kebijaksanaan yang kelaur hampir dari semua lubang di tubuhnya.

“Jarang-jarang di Purworejo ada orang se-visioner Anda.  Keren sekali.”, jawab saya antusias.

“Saya hanya ingin mengajak anak muda Purworejo untuk lebih peka dengan situasi politik ini, agar tidak hanya menjadi korban, dan bahkan untuk membuat suatu perubahan yang positif energi anak muda sangat dibutuhkan. Ingat kata-kata saya, Purworejo butuh kamu. Dan bung….”

“Iya bung AM?”

“Saya ada quote lagi, yang ini sangat menginspirasi diri saya sendiri”

“Yang mana?”

“Yang ini, Tidak perlu terburu-buru, Tuhan tahu mana untukmu mana bukan untukmu.

“Maaf, kalau quote yang itu saya tidak tertarik, sebab quote itu terlalu religius dan gak ada bumbu lucu-lucunya. Tafsirannya terlalu lurus.”

“Hahaha…. bung tahu saja, saya dapat quote itu setelah membaca Al Kitab”, jawab AM sembari tertawa.

Pada akhir pembicaraan AM bercerita jika ia masih memiliki banyak pesan yang akan ia sampaikan melalui quote-quote bijaknya. Dengan penjelasannya itu, kita jadi tahu secara gamblang bahwa AM ini pemuda yang sangat energik, progresif dan mencintai Purworejo. Yang masih bikin penasaran siapa sebenarnya AM ini? Anggur Merah, Anak Macan atau bahkan Ahli Ma’rifat sebaiknya kita tanyakan kepada Andi Mahestya karena konon ia kenal dekat dengan orangnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Rekomendasi
Populer This Month
Populer
Direktori