Tentang Ketidaknyamanan

Saat-saat ini adalah saat-saat yang begitu membahagiakan. Tuhan baru saja mengamanahi saya seorang putri. Tentu ada sekian kilogram kegalauan di tengah ton-ton kenikmatan. Kehidupan selalu seperti itu. Memiliki dua wajah dalam momentum yang sama.

Kegalauan yang bercampur rasa khawatir itu telah saya lalui ber jilid-jilid lamanya. Sejak awal kehamilan istri saya yang kebetulan ada sedikit masalah lemah kandungan. Sebab masalah ini saya jadi ekstra berhati-hati mengendarai motor ketika memboncengkan istri. Kecepatan tak boleh lebih dari 30 Km/Jam. Mata mesti lebih waspada dari waspada menatap benjolan-benjolan di permukaan jalan. Mengemudi ngawur pada masa-masa ini jauh lebih beresiko ketimbang sekadar tilang kepolisian.

Masa-masa menjelang melahirkan juga menguras emosi. Alhamdulillah saya menunggui langsung proses persalinan sedramatis film-film korea. Mencoba berbagi sakit ketika ia melahirkan sekaligus berlagak jadi orang paling tenang sedunia meski di dalam hati seperti petasan yang sumbunya tinggal satu senti.

Jilid-jilid kekhawatiran masih akan berlanjut. Saya telah menjadi Bapak. Bapak dengan seorang anak perempuan. Orang bilang, “Anak pertama perempuan tanda papa harus tobat, anak pertama laki-laki papa boleh nakal lagi.”. Mendidik Anak memang mendebarkan. Sebab itu semuanya mesti dilakukan dengan penuh penghayatan.

Malam-malam ini saya sedang jadi tukang ronda. Berbagi tugas dengan istri menetralisir segala gangguan pada si Bayi. Berkat pengalaman itu saya jadi belajar tentang Arti Sebuah Kenyamanan. Seorang bayi tak banyak berdinamika. Sesekali ia tersenyum dan sesekali ia menangis. Menangisnya pun tak banyak dibumbui drama. Meski sebabnya berbeda-beda ujung pangkalnya satu, Tidak Nyaman. Karena kencing dan basah ia jadi tidak nyaman. Karena kesulitan buang air besar ia jadi tidak nyaman. Karena kehausan ia jadi tidak nyaman. Dari sebab-sebab yang sederhana itu, ia menyampaikan protes secara sederhana dan mendapatkan solusi yang sederhana.

Orang-orang dewasa memiliki persamaan sekaligus perbedaan. Orang dewasa sama-sama merengek ketika ia merasa tidak nyaman. Perbedaanya, ketidak nyamanan yang dialami orang dewasa jauh lebih pelik. Tak kebagian proyek merasa tidak nyaman. Tak dihormati merasa tidak nyaman. Tak naik-naik jabatan merasa tidak nyaman.

Karena sebabnya yang kian pelik, rengekannya pun menjadi rumit. Ngambek ditafsirkan dengan demo berjilid-jilid, serang sana-sini bahkan cari perhatian dengan tebar kebencian. Dan karena rengekannya yang makin rumit, penemuan solusinya pun kian sulit.

Jika mengahadapi situasi yang semakin ribet ini membuat panjenengan tidak nyaman, saya memberikan saran kepada Anda untuk bersabar saja. Yang bayi akan menjadi manusia dewasa dan yang dewasa pun perlahan akan kehilangan tenaganya dan kembali tua. Lalu semuanya kembali sederhana.

Citizen
Ringan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Rekomendasi
Populer This Month
Populer
Direktori