Akhir tahun 2019 hingga sekarang, hari-hari kita dipenuhi dengan pemberitaan-pemberitaan media tentang Virus Corona, atau dengan nama keren COVID-19. Virus ini telah menjadi sebuah pandemi karena cepatnya penyebaran. Di sisi lain dunia medis pun belum bersiap-siap untuk menangani apalagi membuat obatnya, maka tak sedikit korban yang terjangkit virus ini yang berujung pada kematian. . Namun, tidak semua orang yang terjangkit virus ini berujung pada kematian, banyak juga kok yang sembuh. Bahkan orang-orang yang sembuh tersebut nantinya akan mengalami peningkatan sistem imun.
Karena telah menjadi pandemi, pemerintah di berbagai negara memgambil sikap sebagai respon untuk mencegah penyebaran COVID-19. Mulai dari adanya social distancing, karantina wilayah hingga lockdown. Social distancing yang kemudian diambil oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk mencegah penyebaran. Social distancing dilakukan dengan menutup dan memberhentikan aktivitas di berbagai tempat-tempat berkumpulnya masa, seperti sekolah, pasar, gedung olahraga, public transportation serta mengintruksikan berbagai instansi untuk melaksanakan segala pekerjaan dari rumah. Berbagai himbauan telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat hingga daerah, bahkan tak tertinggal organisasi-organisasi nirlaba seperti IPPNU pun tak luput memberikan himbauan untuk masyarakat agar tetap dirumah dan menunda berbagai agenda-agenda yang mengumpulkan banyak masa.
Kebijakan social distancing ini terinspirasi dari adanya tragedi Flu Spanyol yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1918. Penyebaran flu Spanyol saat itu berlangsung dengan sangat cepat hingga tragedi tersebut setidaknya memakan korban 16.000 jiwa warga negara bagian Philadelphia meninggal dunia dalam jangka waktu 6 bulan. Jumlah korban yang begitu banyak ini dikarenakan pemerintah negara bagian yang tidak mengambil tindakan cepat dan efektif dalam menanggulangi wabah ini, bahkan pemerintah menggelar sebuah acara yang mengumpulkan massa sebanyak 200.000 orang dalam Parade Liberty untuk promosi obligasi pemerintah guna membayar biaya Perang Dunia I. Lain halnya dengan pemerintah negara bagian St. Loius, saat wabah ini mulai masuk di negara bagian ini, St. Loius langsung menerapkan kebijakan social distancing dengan menutup berbagai tempat publik seperti sekolah, pasar, bioskop dan mengurangi aktivitas transportasi. Cara ini terbukti efektif, karena di St. Loius jumlah warga yang meninggal tersebab virus ini berjumlah seperdelapan dari jumlah korban di Philadelphia. Melihat dari kasus di 2 negara bagian AS tersebut, kebijakan social distancing efektif dalam menurunkan jumlah korban. Namun tidak semua negara berhasil dalam melaksanakan kebijakan tersebut, sebutlah Italia. Banyak warga negara Italia yang tidak mengikuti himbauan dari pemerintah. Italian masih sering keluar rumah untuk berkumpul dengan teman-temannya untuk sekadar bermain skate board, shopping dan lain-lain. Akibatnya sebanyak 12.428 jiwa meninggal dunia dalam tragedi Corona di Italia ini. Dari kasus di Italia ini kita bisa belajar bahwa kebijakan social distancing memang efektif dengan syarat warga negaranya juga patuh dan mengikuti himbauan dari pemerintah untuk menjaga jarak dalam interaksi sosial, tidak bertemu secara fisik dan tidak berkerumun. Sejak pertengahan Maret 2020, Pemerintah Indonesia telah mulai melaksanakan kebijakan social distancing dengan menerapkan proses pembelajaran dirumah melalui sistem online dan penerapan work from home di berbagai instansi pemerintahan, serta menghimbau seluruh masyarakat untuk beraktivitas dirumah, melaksanakan pola hidup sehat, menjaga kebersihan serta mengurangi pertemuan fisik.
Sebenarnya WHO tidak sepakat dengan penggunaan istilah social distancing dalam kebijakan ini. Organisasi kesehatan dunia ini lebih sepakat untuk menggunakan istilah Physical Distancing. Ia beranggapan bahwa penggunaan istilah social distancing terlalu ekstrim, karena dengan istilah ini, manusia seakan-akan diharuskan untuk mengisolasikan diri, tidak berinteraksi dengan orang lain, padahal hari ini manusia sangat mungkin untuk terkoneksi satu sama lain tanpa tatap muka. Isolasi diri ini dianggap WHO akan memicu peningkatan stres terhadap masyarakat dan berakibat pada penurunan sistem imun, dan mempermudah masyarakat untuk terjangkit berbagai penyakit, tak tertinggal Corona pun sangat mungkin untuk menyerang.
Apapun istilah yang akan digunakan, kebijakan ini sebenarnya megalami momentumnya. Era disrupsi ini sangat mendukung berjalannya segala aktivitas dilakukan dari rumah dengan sistem online. Apalagi dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang hari ini mencapai 64%. Disinilah untunganya ada internet. Masyarakat dapat terkoneksi dengan berbagai pilihan media sosial yang ada, menggunakan berbagai aplikasi yang dapat menunjang segala pekerjaan, rapat melalui online, hingga transaksi jual beli juga dapat dilakukan melalui online. Dan benar adanya, survei menyebutkan bahwa selama pandemi ini berlangsung, pengguna Whats App dan Instagram melonjak hingga 40% yang di dominasi oleh rentang usia 18-34 tahun. Bahkan di Spanyol, pengguna WA meroket hingga 76%.
Dalam masa distancing ini, setidaknya berbagai kalangan telah melek bahwa internet sangat penting keberadaanya, dengan mengoptimalkan kelebihan-kelebihannya dan menekan penyelewengan penggunaan media sosial. Sosialisasi informasi dari pemerintah dapat dilakukan melalui berbagai media sosial yang ada dan gerakan tranding dapat dilakukan dengan berbagai unggahan di media sosial. Tutupnya bioskop pun dapat dialihkan dengan menonton film di Youtube. Apalagi dengan menurunnya produksi serial sinetron, membuat emak-emak mulai mengalihkan sumber hiburan dari TV ke Youtube. Sepinya pasar dan berbagai toko-toko akibat dampak kebijakan ini juga diiringi meningkatnya transaksi jual beli online melalui berbagai aplikasi. Betapa mudahnya kita melewati masa-masa distancing ini dengan internet bukan? Bagaimanapun internet telah membantu masyarakat dalam melewati masa ini, internet hanyalah dunia maya dan sarana. Pasca selesainya wabah COVID 19 ini, tetap saja manusia adalah makhluk sosial, yang memerlukan interkasi secara langsung dengan orang lain apalagi kita masih memiliki 36% penduduk Indonesia yang belum terkoneksi dengan internet.