Saya adalah seorang mahasiswi tingkat akhir yg sedang mencicipi studi di negeri seribu benteng, tepatnya di kota Marrakech, Maroko. Diantara banyak fenomena sosial serta hubungan kemanusiaan yang terjadi di Indonesia dan berbagai belahan dunia, ada satu hal yang memicu rasa keingintahuan saya dan membawa saya ke dalam sebuah pergulatan untuk mencari tahu lebih dalam tentang “perempuan”.
Permasalahan perempuan selalu saja menjadi perbincangan yang hangat. Ditinjau dari akar masalah yang kompleks dan dinamis, perempuan dituntut untuk terus bertahan dan berani menghadapi berbagai rintangan yang tentunya akan mempersempit ruang gerak mereka, serta mematikan eksistensinya sebagai seorang manusia.
Musee de la femme, merupakan satu dari banyaknya museum yang tersebar di kota Marrakech ini, membawa kaki saya untuk memasukinya, serta sedikit banyak membuka mata untuk melihat betapa bernilainya para wanita dalam menorehkan tinta emas demi nama baik negaranya, demi lahirnya suatu peradaban di negeri matahari terbenam ini.
Setelah memasuki museum tersebut, sekurangnya ada 3 tokoh yang menjadi tanda bahwa perempuan maroko punya peransangat penting dalam kehidupan publik. Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas kiprah dan dedikasi Malika Al-Fasi.
Perjalanan Hidup Sang Aktivis Perempuan
Dilahirkan pada tahun 1919 di kota Fes. Tumbuh dalam keluarga yang mencintai ilmu pengetahuan dan penuh kasih sayang. Membentuk dirinya menjadi pribadi yang penuh kesadaran dan kritis, serta selalu haus akan ilmu.
Dialah jurnalis perempuan pertama di Maroko. Seorang politisi feminis dan penggerak kegiatan sosial dan keperempuanan serta perempuan pertama yang masuk dalam keanggotaan gerakan nasional kemerdekaan Maroko. Besarnya kontribusi serta tingginya semangat juang Malika, menjadikan namanya tersemat indah di museum ini.
Tahun 1935, di usianya yang tergolong belia, Malika telah mencapai karir awalnya, yaitu menjadi seorang jurnalis perempuan pertama, saat itu usianya masih 16 tahun. Malika telah menuliskan beberapa buku terkait perempuan dan kritik tajamnya dalam rangka pemberdayaan kaum perempuan pada umumnya.
Beberapa rubrik telah memuat tulisan Malika terkait perempuan seperti “Tahafut al fatayat a’la-l-Lisseh“, “Ta’lim al-Fatah“, “Sawt Al-Fatah (suara perempuan)” yang dipublikasikan oleh majalah maroko. Serta dua esai bernas yang dimuat di majalah Risalat Al-Maghrib: “Al-Fatah al-Maghribiya Bayn Marahil al-Ta’lim”, dan “Ta’lim al-Mar’a (pendidikan perempuan)” pada tahun 1952.
Ia juga menuliskan sebuah buku untuk kawula muda perempuan bertajuk “Dzikrayat bi Matsabati as- Sirati adz- dzatiyah” yang telah diterbitkan dalam serangkaian artikel pada surat kabar Maroko pada tahun 1938.
Satu tahun setelah capaian karir Malika, di tahun 1936, ia menikah dengan seorang lelaki yang merupakan guru dari pangeran Maolay Hassan, putra mahkota dari raja maroko mohammed V. Pernikahan Malika menjadi sorotan bagi warga Maroko pada umumnya serta keluarga kerajaan pada khususnya, melihat kiprah Malika sebagai perempuan tangguh dan berani yang menyuarakan hak-hak perempuan. Hal itu tidak menjadikan malika berhenti dalam karirnya, justru dijadikannya sebagai langkah berikutnya untuk tetap mengadvokasikan masyarakat perempuan Maroko.
Pada tahun 1944, Malika turut andil dalam penandatanganan dokumen atau manifesto kemerdekaan maroko. Dokumen tersebut yang kemudian dijadikan monumen dan diabadikan di kota Fes, bertuliskan nama-nama orang yang turut andil dan merumuskan kemerdekaan Maroko. Malika adalah salah satu wanita yang tertulis di dalamnya.
Pada Tahun 1947, Malika menginisiasi berdirinya organisasi perempuan Maroko yang berisikan perempuan-perempuan muda dalam rangka membahas isu-isu terkait perempuan dan mengangkatnya untuk kemudian dibahas di parlemen. Dan di tahun 1967, atas perjuangannya dalam menggaungkan makna literasi dan menumpas tingginya buta huruf di negaranya, malika memperoleh penghargaan berupa medali dari lembaga PBB, UNESCO.
“Mudawwanah Al-usrah” merupakan suatu undang-undang negara terkait hukum-hukum pernikahan dan berisi urusan-urusan terkait pernikahan untuk masyarakat maroko. Adanya undang-undang ini menjadikan Maroko sebagai negara yang mempunyai landasan kuat dalam hal pernikahan. Setiap beberapa tahun undang-undang ini terus diperbarui untuk menyelaraskannya dengan kondisi actual masyarakat maroko. Malika pun turut andil dalam perekontruksian undang-undang pernikahan serta merumuskannya untuk dimatangkan pada tahun 2001.
Lika-liku perjalanan Malika serta kiprahnya sangat amat berarti bagi masyarakat maroko secara umum, serta pemberdayaan kaum perempuan secara khusus. Mengangkatnya dari keterpurukan dan menyuarakan hak-hak yang perlu diperhatikan, merupakan sebuah apresiasi besar yang amat pantas disematkan sebagai tokoh penggerak perempuan pertama di Maroko, sebuah negara dengan peran perempuan yang relative rendah dalam ranah publik.
Malika merupakan bukti nyata bagi para wanita, bahwa kekuatan diri wanita yang optimal dapat melahirkan peradaban yang sangat berkesan, dalam berbagai aspek,baik politik, literasi, sosial dan masih banyak lagi. Akhir dari perjuangan Malika Al-Fasi pada tahun 2005, Malika dianugerahi bintang kehormatan oleh raja Mohammad 6 sebagai bentuk terima kasih atas segala upaya yang telah diperjuangkannya untuk kemaslahatan negaranya tercinta. Pada tahun 2007, Malika tutup usia di usianya yang ke 80 tahun dan dimakamkan di dalam istana raja.
tulisan ini sedikit lebih kurang menggambarkan mengenai status perempuan dalam tradisi dan budaya maroko yang cenderung konservatif dalam memandang peran perempuan. secara budaya,maroko mempunyai banyak kesamaan dengan negara timur trngah dan afrika lainnya dalam memandang permasalahan perempuan. bahwa pada zamannya sulit sekali bagi perempuan untuk sekedar menyuarakan aspirasi dan kritik yang sekiranya dapat membangun sistem sosial menjadi lebih baik,salah satu tokoh feminis yang tak asing namanya adalah fatimah mernissi,dalam salah satu bukunya yang berjudul “the forgotten queen of islam” ,ia menyebutkan bahwa sejarah telah merekam jejak pperjuangan perempuan pada masa renaisans ,oleh karenanya sebagai langkah awal atau penggerak komunitas perempuan di maroko selanjutnya Malika al fassi telah sukses menjadi figur teladan serta secara perlahan merubah cara pandangan masyarakat maroko terhadap eksistensi seorang perempuan sebagai manusia yang patut dihargai dan diberikan sebaik2 tempat sesuai porsinya.