Kaidah usul fiqih adalah prinsip-prinsip yang digunakan dalam proses pengambilan hukum Islam. Kaidah-kaidah ini bertujuan untuk membantu ahli fiqih dalam memahami dan menerapkan hukum-hukum Islam dalam berbagai situasi. Berikut adalah beberapa kaidah usul fiqih yang umum dikenal:
- Al-‘Umum bi al-Khusus: Ketentuan umum tidak mengalahkan ketentuan khusus. Artinya, jika ada ketentuan khusus yang bertentangan dengan ketentuan umum, maka ketentuan khususlah yang harus diberlakukan. Contoh: Dalam hukum Islam, umumnya dilarang makan daging babi. Namun, jika seseorang mengalami kondisi kesehatan tertentu yang membutuhkan asupan protein hewani, seperti tidak ada alternatif lain, maka ketentuan khusus tersebut dapat digunakan sebagai pengecualian.
- Al-Kulliyyat al-Khams: Lima prinsip umum dalam hukum Islam, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda. Kebebasan umat Islam dalam mempraktikkan agamanya, menjaga nyawa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta adalah prinsip-prinsip yang harus dihormati dalam pengambilan hukum.    Contoh: Ketika terjadi pandemi, menjaga kesehatan dan keselamatan jiwa menjadi prioritas. Oleh karena itu, pengambilan keputusan yang melibatkan perkumpulan besar orang, seperti shalat berjamaah di masjid atau melaksanakan ibadah haji, dapat dibatasi atau diatur ulang untuk melindungi jiwa umat Muslim.
- Al-Mashaqqah tajlib at-Taysir: Kesulitan itu menarik keringanan. Prinsip ini mengandung konsep fleksibilitas dalam hukum Islam untuk mengakomodasi situasi-situasi sulit atau darurat dan memberikan kemudahan bagi umat Islam.                                                                                                          Contoh: Jika seseorang sedang dalam perjalanan dan tidak ada air yang tersedia untuk berwudhu, maka dalam situasi tersebut dapat digunakan tayammum (bersuci dengan tanah) sebagai pengganti wudhu. Prinsip ini memudahkan umat Muslim dalam menjalankan ibadah meskipun dalam situasi sulit.
- Al-‘Adah muhakkamah: Kebiasaan memiliki kekuatan hukum. Jika ada kebiasaan atau praktik yang umum di masyarakat dan tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka hal itu dapat dijadikan landasan dalam pengambilan hukum.                                                                                               Contoh: Penggunaan metode pembayaran elektronik atau kartu kredit dalam transaksi bisnis telah menjadi kebiasaan di banyak negara. Meskipun dalam hukum Islam uang tunai adalah yang sah, kebiasaan tersebut dapat dijadikan landasan untuk menggunakan metode pembayaran non-tunai.
- Al-Yaqin la yazulu bi Syak: Keputusan yang pasti tidak dihilangkan oleh keraguan. Artinya, jika ada ketentuan hukum yang sudah jelas dan pasti, maka keraguan atau ketidakpastian tidak dapat mengubahnya.          Contoh: Jika seseorang memiliki keyakinan yang kuat bahwa daging yang ia makan adalah halal, tetapi ada keraguan tentang status halalnya, maka keyakinan yang pasti tersebut dapat dijadikan dasar untuk melanjutkan konsumsi daging tersebut.
- Al-Asl fi al-Ashya’ al-ibahah: Asal dari segala sesuatu adalah boleh atau diizinkan. Dalam hukum Islam, semua perkara dianggap boleh kecuali ada dalil yang jelas yang melarang atau mengharamkannya.                 Contoh: Dalam hukum Islam, semua makanan dan minuman dianggap halal kecuali ada dalil yang jelas yang menyatakan sebaliknya. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar makanan dan minuman yang tersedia di pasaran dianggap halal kecuali terdapat indikasi yang menunjukkan bahwa mereka haram.
- Al-Mafsadah mubghadah: Mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada mendatangkan manfaat. Dalam pengambilan hukum, mencegah kerusakan atau bahaya diutamakan daripada mencapai manfaat atau keuntungan.                                                                                                          Contoh: Dalam situasi darurat, seperti dalam peperangan atau bencana alam, beberapa aturan atau larangan dalam hukum Islam dapat dikurangi untuk mencegah bahaya yang lebih besar. Misalnya, dalam keadaan darurat, boleh memakan makanan yang sebenarnya diharamkan, seperti daging yang belum disembelih secara Islami, untuk memenuhi kebutuhan asupan makanan.
Kaidah-kaidah ini digunakan oleh ahli fiqih untuk memahami nash (teks) hukum Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun, perlu diingat bahwa interpretasi dan penerapan kaidah-kaidah ini memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang fiqh serta konteks sosial dan budaya.