Perjalanan kurva pandemi belum juga melewati batas tengah, apalagi mencapai garis finis. Kini ditambah pula dengan perilaku ugal-ugalan dari salah satu perusahaan pelat merah, membuat suasana yang semula kalut menjadi semakin semrawut.
Implementasi dari sikap itu, linimasa menjadi riuh dengan banjir komentar-komentar warganet. Seandainya narasi-narasi yang dilontarkan oleh netizen tersebut dijadikan antologi dan diterbitkan menjadi buku, dapat dipastikan ketebalannya menyamai seri novel Harry Potter. Yang membedakan, di ceritanya saja. Novel besutan Mbak JK Rowling itu sepenuhnya fiksi, kalau cerita di sebuah negeri yang mampu menyuburkan segala macam sesuatu termasuk korupsi, upss, betul-betul nyata. Sebuah kisah yang berdaging, bertulang, dan membikin pusang.
Meskipun pihak PLN telah memberikan konfirmasi atas akrobatik kenaikan harga tersebut, namun upaya demikian tidak mengademkan suasana. Bahkan semakin membuat netizen geram dan seketika ingin menyayikan lagu “Hareudang hareudang hareudang, panas panas panas”. Lha, bagaimana tidak, pernyataan yang disampaikan bertolak belakang dengan fakta di lapangan.
Pada titik ini, saya menjadi curiga, jangan-jangan PLN mengamalkan makna bait puisi Eyang Sapardi, yakni Dirahasiakannya rintik rindunya/Kepada pohon berbunga itu. Tentunya sebagai ejawantah cinta PLN kepada masyarakat, namun disampaikan dengan cara klasik, tersembunyi, dan diam-diam. Meskipun diungkapkan secara rahasia, efeknya nanti terasa nyata: stabilitas ekonomi terjaga dan kesehatan mental terpelihara.
Terjaga dan terpelihara dari apa? Hmm, pastinya dari godaan sebuah konsol video game teranyar yang akan dirilis oleh Sony. Iya, benda itu adalah PlayStation 5, di mana untuk memilikinya perlu menjual ginjal atau menjadi anak angkat Raffi Ahmad terlebih dahulu. Harga PlayStation 5 tersebut dibanderol sekitar 10 jutaan.
Di era Covid-19 yang membikin retak segala lini ini, jumlah duit begitu dapat dijadikan ongkos untuk bertahan hidup selama beberapa bulan ke depan. Namun dapat pula kita maklumi, bahwa ketika seseorang telah kebelet nikah, eh ingin memiliki sesuatu maksudnya, ia akan menempuh jalur apa pun untuk mendapatkannya. Apalagi benda tersebut dapat menjadi agen nostalgia, yaitu mengantarkan ia mengingat indahnya masa lalu.
Seri PlayStation teranyar ini hadir pada momen yang tepat, sebab orang-orang dulu asyik bermain PS 1 atau 2 telah mapan di usianya sekarang. Yah, minimal bisa mengisi perutnya secara mandiri. Mungkin mereka akan tergiur dengan kehadiran upgrade peranti yang dulu mewarnai masa kecil, setidaknya psikologis akan tergoncang. Sungguh melahirkan beban kuadrat. Pandemi belum juga usai, ditambah pula dengan godaan PS5.
Di tahap ini, PLN patut kita berikan apresiasi. Begini, mari kita rehat dari berbagai nyinyiran, kemudian berimajinasi dan membayangkan sebuah alur.
Suatu sore, hujan menyentuh kaca jendela ruang kerja pegawai yang menentukan tarif listrik. Sejurus kemudian, ia mengalihkan pandangannya dari layar komputer kepada hujan tersebut. Pikirannya sedang berkecamuk, dan salah satu penyebabnya adalah isu tentang kehadiran PS5. Yang menurut pandangannya dapat menyebabkan pemakain listrik yang mubazir.
Tiba-tiba, entah mendapat wangsit dari siapa, pikirannya seketika mengingat puisi Hujan Bulan Juni karya Eyang Sapardi. Dengan khidmat ia merapal bait demi bait, lantas memperoleh inspirasi untuk dijadikan solusi atas permasalahan yang ditimbulkan saudara kandung PlayStation 2 itu nantinya.
Solusinya adalah melakukan ‘terapi shock’ yang dapat membuat masyarakat menjerit. Namun, di baliknya ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan, bahwa pihak PLN khawatir orang-orang akan kecanduan memainkannya. Hingga selain waktu terbuang sia-sia, juga berakibat pemakaian listik semakin melangit.
Berangkat dari kekhawatiran tersebut, PLN dengan gercap mengambil langkah untuk menyelamatkan kehidupan mereka dengan menaikkan tarif listrik. Sungguh jalan ninja yang anti mainstream dan dibenci oleh netizen budiman. Mulia sekali berjalan di jalan pedang, melukai diri sendiri untuk menyelamatkan masyarakat. Patut diacungi jempol kaki dan tangan, sebab hal ini bisa dikatakan salah satu prestasi PLN. Bravo.
Oh iya, terhadap masyarakat yang tidak berminat dengan kehadiran PlayStation 5 itu bagaimana? Mungkin kebijakan menaikkan harga listrik ini dimaksudkan PLN sebagai kejutan atau prank. Siapa tau loe, setelah ini setiap warga mendapatkan voucher gratis listrik seumur hidup. Horeee.
Tentang kepastian yang terakhir ini, mari kita bertanya kepada Rumah Indie yang jaringannya sering labil dan bermasalah, persis seperti penanganan Covid-19.
1 Comment. Leave new
[…] Tentang kepastian yang terakhir ini, mari kita bertanya kepada Rumah Indie yang jaringannya sering labil dan bermasalah, persis seperti penanganan Covid-19. (Pernah ditayangkan di wager.id) […]